Jika Hidup Ini Tak Perlu Bekerja Keras, Maka Lahirlah Menjadi Cipung

Thursday, May 2, 2024

Lebih dari sekadar watak, tanggung jawab adalah skill wajib yang harus dimiliki setiap individu bernyawa.

Betapa dunia ini sangat repot dan acak adut bukan karena jumlahnya yang meledak

-melainkan- watak penduduknya yang acuh dengan tanggung jawab?

Terutama mereka yang menyebut diri mereka DEWASA.


***


Terlepas dari keadaan yang sering dijadikan alasan ‘qadarullah’ (takdir, nasib, cobaan, ujian, azab, dsb)

Abai adalah penyakit. Menahun. 

Tidak sadar penyakit ini menular, merusak, membuat BERANTAKAN. 


Seorang bercerita, saat di kampus dulu ada seorang ketua pelaksana acara yang mangkir dari tanggung jawabnya. Membuat acara berantakan, rugi, para anggota terpaksa nombok.


Seorang lagi bercerita, salah seorang karyawan perusahaan miliknya bermalas-malasan sehingga membuat kawan satu tim kelimpungan. Menambal kekurangan pekerjaannya, bekerja lebih lembur tanpa tambahan bayaran. Merepotkan sekali. 


Seorang perawat bercerita, tentang seorang ibu yang abai pada kondisi anak, tidak mau belajar, malas, merasa paling tahu, ngeyel akhirnya menyesal setelah sang anak sakit parah


Seorang anak bercerita tentang ayahnya yang tidak pernah memberi nafkah, malas, kerjaannya hanya nongkrong di pos kamling, merokok, bermain gaple. Rumah tangganya rusak, ribut, suasana rumah sumpek, seperti neraka. Sang anak tumbuh tanpa teladan ayah yang baik, fatherless. 


Abai adalah tidak -berusaha- sebaik-baiknya melakukan tugas, peran, yang secara sadar telah ia pilih.

Abai adalah cuek, nggak peka, nggak sadar diri sama kewajiban yang harus ia kerjakan

Abai adalah tidak tanggung jawab.


MEREPOTKAN. BIKIN BERANTAKAN. 


Sekuat tenaga diri ini berfikir, berusaha berlapang dada, memberi banyak uzur, tidak suuzon bila bertemu dengan orang kelewat santai. Tapi pada akhirnya orang-orang seperti ini bukan sedang ada uzur, melainkan wataknya yang memang ignorance. Malas, abai, nggak merasa 'penting' untuk menyelesaikan amanah.


***


Hidup ini keras, memang benar adanya. Teringat sebulan yang lalu saya habis melakukan operasi. Kesulitan duduk, tiduran juga nggak enak. Tapi kerjaan saya nulis. Duduk di depan laptop. Untung masih WFH. Sehingga saya masih bisa berganti-ganti posisi mulai dari berdiri, duduk miring, rebahan, dan lain sebagainya.


Sebagai karyawan biasa dan punya target yang harus dicapai, saya sadar sepenuhnya bila menunggu saya sembuh total, pekerjaan akan semakin numpuk, pencapaian target akan semakin sulit dikejar. Akan menyulitkan orang lain juga.


Toh, saya masih bisa sedikit-sedikit menulis. Yaudahlah masuk aja. Itung-itung latihan. 


Namun di dimensi lain, saya menyimpan perasaan kesal. Dengan manusia-manusia yang -menurut- saya kelewat santai dalam melakukan tugas-tugas mereka.


Bagi mereka, ‘nggak perlu bekerja terlalu keras’ 

‘Santai aja’


Sialan, batin saya.


Apakah jika bersantai, mereka akan membantu saya untuk bertahan hidup? Menyelesaikan semua tugas-tugas saya? Faktanya tidak. 


Santai adalah satu dari gunungan alasan menutupi rasa malas. Jika malas untuk diri sendiri, tidak akan terlalu jadi masalah. Namun bagaimana jika rasa malas, abai tersebut merugikan orang lain?


-berusaha- bekerja, tidak harus keras, setidaknya mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya adalah bentuk tanggung jawab. 


Jika Hidup Ini Tak Perlu Bekerja Keras, Maka Lahirlah Menjadi Cipung.


Bahkan Cipung pun harus bangun pagi untuk shooting.

Dan kamu masih bisa bersantai?


Hey lihatlah tumpukan kertas di depan mejamu, 


Bangun, kerjakan! 


Understanding

Monday, April 29, 2024

 Di kehidupan yang semakin rumit ini, aku jadi semakin belajar dan percaya bahwa nggak ada tempat yang lebih baik untuk ‘menumpahkan’ segala emosi dan pikiran selain sajadah. 


Lebih baik menengadah tangan. Diam duduk berlama-lama dengan-Nya. 

Jika bisa menangis, mungkin itu lebih baik.


Pun tidak, diam pun cukup.


Adakah orang yang benar-benar bisa mengerti perasaan kita? Adakah orang yang mampu memahami atas semua keluh kesah kita? Gak ada. 


Satu-satunya Dzat yang bisa understanding cuma Allah.


Yang bahkan jauh lebih understanding daripada diri kita sendiri.


Ditengah badai kalut, Dia-lah yang paling memahami tanpa menghakimi. 


Ya Allah ….

Tiba-Tiba 28

Thursday, April 25, 2024

 Baru kali ini, di usia 28 aku merasa beneran tua. HAHA *tertawa kejam


Yang kerja, karirnya terlihat mulai pada bersinar, udah pada bisa beli ini itu sendiri,


Yang udah nikah, sudah mulai beranak pinak berbuntut banyak, 


Yang lagi lanjut sekolah udah pada jadi master


Jujur seneng banget ngelihat pencapaian teman-teman semuanya


Cuma hari ini rasanya agak terbengong-bengong ajah. Padahal ulang tahun juga udah bulan lalu


"Astaga 28" 


Cepat sekali waktu berlalu . . .


Aku sudah bukan anak-anak lagi, makin lama makin tidak cocok dipanggil 'kakak' atau 'mbak' lagi :")


Ya Allah


Rasanya mereka yang hamil anak kedua baru kemarin jadi temen sekolah


Rasanya mereka yang lulus master baru kenal di sekolah


Rasanya yang women career atau bapack-bapack pekerja juga baru kemarin main bareng di sekolah


ternyata sekolah itu sudah 10 tahun lalu. Itupun lulus SMA. 


Ah bahkan kuliah pun kita udah angkatan lama :')


Berasa hidupku agak mengejutkan hari ini.


Tiba Tiba 28.


Tiba-tiba banyak kejutan hidup yang bikin ternganga


Walau saat menjalani nya biasa aja, tapi setelah di ingat-ingat jengkal memori yang telah dilewati, ternyata -agak- bikin "Wah Gila Ya"


HAHA


Ih ada yang ngrasa samaan nggak sih? Atau biasa aja ya?

Tentang Memosting

Thursday, April 18, 2024

2014…

Saat aku gagal masuk universitas impianku, dunia hari itu seakan runtuh. Malu luar biasa. 
Aku merasa Allah sama sekali tidak melihat berjengkal atau bahkan bergunung-gunung usaha yang ku lakukan.
Aku les hampir setiap hari sampai malam, menggunakan waktu libur buat belajar dan les, berdoa, bahkan mencari sumber kekuatan dengan ragam motivasi di internet. Saat aku memilih universitas, aku bukan cuma modal ‘kepengen’ atau ‘ngasal’. Sejak usia remaja, aku sudah biasa riset. Mencari informasi di internet se detail mungkin. Sehingga apa yang ku pilih, tentu sudah melalui pertimbangan yang panjang juga ikhtiar yang yang bukan sembarangan. 

Saat gagal? 
Aduhai Allah, bahkan sudah 10 tahun berlalu kadang hati ini masih terbesit ngilu “gila ya” pekikku dalam hati. 

Aku mengurung diri, meratapi kesedihan yang begitu menyakitkan. Setahun aku mengurangi intensitas bertemu banyak orang. Lebih baik meminggir, menyembuhkan luka kegagalan perlahan.

Saat itu, setiap membuka twitter aku sedih bangetttttttttt. Bukan tidak senang melihat orang lain berbahagia, bukan iri atau dengki dengan pencapaian orang, sungguh bukan. Tapi perasaan ini sakit ini datang begitu saja. 

Sejak saat itu, aku berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak terlalu buru-buru membagikan kebahagiaan atau pencapaian apapun yang kelak aku dapatkan di kemudian hari. 

Bukan apa-apa, hanya saja kegagalan ini cukup memberiku pelajaran untuk lebih menghargai perasaan orang-orang yang kecewa. 

2015…

Aku mencoba kembali peruntungan ikut test masuk perguruan tinggi negeri. Kali ini, aku turunkan sedikit standar universitas yang kupilih. 

Singkat cerita, aku diterima. Ada beberapa teman yang bertanya dan pada akhirnya kepindahan ku di universitas lain diketahui oleh satu per satu temanku. 

Tapi seingatku, aku tidak gembar gembor dan posting macam-macam di sosial mediaku (seingatku ya). Bahkan temanku SMA baru tahu aku pindah kampus, saat aku duduk di semester 5.

***

Apakah memosting kebahagiaan sesuatu yang salah? Apkah tidak boleh kita sekadar berekspresi? Menunjukkan rasa syukur? Tentu boleh. Bukan tugasku menjadi judges yang bisa mengatur mana yang lebih baik/bukan

Hanya saja, sedikit menahan untuk menghormati perasaan orang lain ternyata melegakan juga. 

Akupun tidak pernah merasa masalah ketika ada teman-teman yang posting potongan-potongan kebahagiaan mereka seperti master graduation, lamaran, nikahan, lahiran, jalan-jalan ke luar negeri, nunjukin harta yang dia punya, atau bahkan foto keluarga lengkap disaat w udah ngga punya bapak, buat aku semuanya sah-sah saja. 

***

Pengalaman seseorang selalu menjadi refleksi kehidupan dan keputusannya di masa sekarang.

Tapi sebenernya jadi orang misterius dan sedikit tertutu  tu lumayan menyenangkan ya. Hehe

Tapi tidak soal konsep berpikir. Menurutku konsep berpikir tidak seharusnya dipendam. Pemikiran harus dikeluarkan, diadu, agar ummat tidak terus-terusan tertidur. 
Lah kok malah jadi sampe ummat sih (?) Hehe.

Perempuan Sendiri

Wednesday, April 17, 2024

Hari ini banyak perempuan yang direndahkan martabat nya karena belum menikah. Jarang sekali ada orang yang mau 'sekadar melihat sisi lain' dari mereka yang bersusah payah menjaga marwah dan kesuciannya dintengah kesendiriannya.

Padahal mereka kokoh mempertahankan prinsip ketaatan ditengah gempuran tawaran kemaksiatan.

Duka Panjang

Saturday, April 6, 2024

 


Kalau jurang rasa dari 'kepergiaan' hanyalah rasa sedih. Maka sungguh bebannya mungkin tak seberat ini.


Seorang alim pernah berkata, seorang anak perempuan yang belum menikah, masih ditanggung beban (dosanya) oleh sang ayah.


Orang alim lain pernah berkata,

Seharusnya ketika orang tua telah tiada menjadikan kita semakin taat. Semakin saleh ...


Duhai Allah, maka sungguh berat sekali tanggungan beliau...


-


Maka cukuplah alasan tersebut menjadi deretan kisah panjang pergumulan rasa sedih, bersalah, takut, juga tangis yang tak berkesudahan...


Duhai Allah, luaskan pengampunanmu

Ridhakan diri-Mu terhadapku 


Ramadan, 2024.

Jangan Jadi Perempuan Berprinsip, Repot!

Wednesday, March 27, 2024

Gue sedih ketika keperempuanan gue selalu dibentur-benturkan dengan banyak hal.

Misalnya, ketika gue belum menikah ada saja orang yang 'rebek' luar biasa seakan dunia dia hancur karena gue belum menikah. 
Lah, padahal gue sering menegaskan gue belum pengen nikah. Dan gue baik-baik saja.

Gue BUKAN GAK pengen nikah. Tapi BELUM. Dan di masa menanti ini, gue juga bukan nganggur, gabut dan main-main. Gue belajar, bekerja, dan sesekali upgrade diri. Entah ikut kelas, pengajian, dengerin kajian, atau bikin acara bareng temen-temen gue di kantin. Dan gue menggeluti itu dengan serius. 

Gue ini Insya Allah nggak tolol-tolol amat kok. 
Gue Insya Allah tahu kapasitas diri gue untuk menjemput jodoh terbaik gue dengan cara yang hormat. Bukan ditenteng-tenteng sembarangan, diobral seperti nggak punya harga diri. NGGAK! 

Gue memiliki prinsip ini pun bukan karena gue keras kepala tapi gue BELAJAR dan dengerin nasihat ustaz. 
Rezeki itu sudah ditentukan, tapi PROSES menjemputnya itu yang akan jadi nilai PAHALA atau DOSA.
CONTOH: Orang kerja/enggak, rezeki nya pasti akan sama. Udah ada takarannya. TAPI kalau dia bekerja dengan jalan halal itu akan dapat pahala. Kalau dia kerja dengan cara haram dia akan dapat dosa. 
Sama hal nya dengan jodoh 
Jodoh itu udah ditentuin. Tapi proses menjemputnya ini yang akan DIHISAB. 

Lah kalo gue nggak mau makek cara yang gak diridhai Tuhan gue, ya gue gak salah dong. 

Gue ngga gila hormat, tapi gue sangat benci direndahkan. Apalagi gue adalah Muslimah 
Sepanjang pengetahuan gue, di dalam agama yang gue anut (gue sih Islam kalo lo Islam KTP gue gatau) agama gue ngajarin untuk bersikap BAIK, SANTUN DAN LEMBUT pada perempuan.
Nggak ada ceritanya tuh orang Islam merendahkan perempuan. 

Intinya,

Gue tahu mana orang yang bisa gue andalkan dan gue percaya untuk gue tanya perihal jodoh bahkan gue minta mencarikan jodoh untuk gue.

Gue pun nggak pernah tutup mata untuk terus refleksi, belajar, membenahi diri, menyiapkan diri dan berpikir sejauh mana gue siap menikah.

***

Seringkali gue dihadapkan dengan orang yang maha benar. Merasa bahwa jadi perempuan jangan terlalu kerja keras. Jangan terlalu karir banget 

Sayangnya, gue tidak terlahir dari rahim Nagita Slavina dan Raffi Ahmad. 
Gue nyari tambahan duit jajan sejak gue SMP dengan menulis di koran. 

Gue terbiasa kerja keras sejak gue remaja. Walau bukan pekerjaan yang berat seperti dagang kue keliling atau kerjaan buruh, tapi gue gapernah dibiasain sama ortu gue 'ngatung'. 
Bahkan sejak gue SD gue berusaha nambah duit jajan dan tabungan gue dari hasil lomba - lomba yang gue ikutin.

Gue harus kerja keras karena kalo gue males, lu mau nafkahin gue? 

***

Ada pula orang yang meremehkan impian gue buat sekolah lagi. Katanya umur gue ketuaan buat sekolah lagi. Buat apa? 

Ya buat diri gue lah.

1. Gue nggak mau jadi orang yang pemikirannya tumpul. 
2. Gue pengen punya kontribusi buat Islam walopun bentuk nya kecil.

***

Gue tahu prinsip gue ini sering dicap nggak lumrah. Dianggap ndakik-ndakik bagi sebagian orang, tapi gue nggak peduli. Karena apa yang gue pegang bukan sesuatu yang merugikan orang lain dan zalim pada orang lain.

Gue belum menikah karena gue belum berhasil menemukan jodoh gue, toh gue selama ini gapernah nutup diri. Simply karena emang belum ada yang dateng 

Gue bekerja karena gue kalo gak bekerja gue musti ngapain? Goler-goler dikasur? 
Gue bekerja untuk diri terus upgrade skill gue, gue berharap dengan dihantam beragam resiko dan masalah pekerjaan, gue bisa jadi 'berlian' suatu hari nanti

Gue pengen sekolah lagi karena gue masih merasa butuh untuk upgrade ilmu. Simply masih ada hal-hal yang pengen gue tahu dan gue mau mempelajarinya. 

-

Gue tegas pada prinsip gue karena prinsip ini yang bisa mengantarkan gue di titik ini.
Prinsip yang gue rasa bisa membuat gue bisa berani melawan stigma yang menyebalkan. 
Membuat gue cukup kokoh tidak terbawa arus maksiat (Aamin Insyaa Allah) 

Mungkin dampaknya gak seberapa, tapi mudah-mudahan kalau ada kebaikan di dalamnya Allah SWT hitung sebagai pahala.
 
Gue nggak sempurna, bisa jadi gue salah atau pikiran gue berubah seiring gue nambah pengetahuan dalam proses belajar.

Tapi 1 yang pasti, gue gak mau jadi orang yang terpontang-panting dalam mengarungi ombak kehidupan. Gue pengen jadi orang yang ajeg dalam hal-hal baik.

Kalopun belum sempurna, merendahkan orang lain jelas bukan pilihan gue. 

Menertawakan Cita-cita Masa Puber


Hari ini aku iseng googling namaku. Kemudian 'diingatkan' oleh beberapa fakta masa lalu yang ternyata masih nyisa di google :') HAHA.

 

Sejak kecil sampai SMA, aku punya cita-cita jadi dokter. Kalau diinget-inget sekarang sih ngakak ya. Tapi dulu, disaat aku benar-benar 'menghidupi' mimpi tersebut, keinginan itu sangat tulus. Aku benar-benar mengharapkannya. Bahkan mungkin keinginan tersebut adalah salah satu 'ambisi' ku yang paling tulus. Sekaligus salah satu kegagalan yang paling menyakitkan (saat aku masuk IPS yang itu artinya aku gak bisa jadi dokter).

Saat itu aku merasa begitu direndahkan oleh banyak orang. Dianggap "halu" bahkan dari kalangan guru sekalipun. Sebenarnya cukup lama aku bangkit menyembuhkan luka, terlebih aku juga mengalami kegagalan parahb setelahnya, nggak bisa masuk univeritas impian.

***

Dahulu ketika aku masih bercita-cita jadi dokter, aku nulis di blog dan mengikuti salah satu blogger mahasiswa FK yang sangat terkenal dikalangan blogger. Ini linknya. Yaampun, dulu setiap blog ini posting tulisan, nggak ada satupun yang kulewatkan buat dibaca. Aku pun ingat sebelum nama jasputih kalau nggak salah mereka menggunakan nama blog lain, cadaver kalo gak salah. 

Salah satu bukti betapa aku sangat menginginkan jadi dokter adalah screenshoot di atas. Aku bahkan sama sekali nggak inget pernah komen di postingan tersebut. Yaa kalau sekarang mah bisa ngakak konyol yah. Tapi kalau dulu, mungkin itu adalah pertanyaan polos yang diajukan anak 16 tahun yang merasa "patah" dengan cita-citanya yang tidak akan pernah terwujud.

Aku nulis blog tu udah lama banget, sejak SMP. Kegalauan semua hal aku tulis disini. Termasuk kegagalanku waktu gak bisa masuk kedokteran. HAHA. Sayang, dulu aku hapus-hapusin karena ngerasa malu tulisanku jelek. Agak nyesel sih, padahal ya nggak papa juga malu-maluin, toh semuanya berproses. 

 ***

Ah, waktu cepat sekali berlalu. Aku ingat dulu ada seorang kakak tingkat yang hatinya sangat BAIK. Ia menyemangatiku, memberikan aku kata-kata motivasi untuk nggak menyerah-yang padahal jelas-jelas sudah jalan buntu-saat itu. 

Sekarang semuanya berjalan dengan lebih baik, lebih mudah dan tentu saja menyenangkan. Berkuliah di jurusan komunikasi membuatku bersyukur tiada henti. Bertemu dengan teman-teman yang beragam, mendapat wawasan dan sudut pandang baru yang luar biasa. Akupun tak pernah membayangkan bagaimana jika aku kuliah kedokteran, aku pasti tidak akan sanggup atau bahkan menyerah di tengah jalan. Allah memang perencana terbaik. Kegagalan, kepahitan yang ku harus ku telan di masa muda, membuat aku jadi pribadi hari ini yang lebih meghargai perjuangan.

Tidak ada yang berubah dariku. Masih ambisius, masih keras kepala. HAHA

Namun satu hal yang pasti. Dalam proses "mencerna" tangga kegagalan semuanya TIDAK MUDAH. Ada nangis, ada sedih, kecewa, marah, menghardik, mogok, dll. 

Karena itulah jika hari ini aku dan kamu bertemu dengan orang yang terpuruk, harap cita nya sedang kusut, cukupilah dengan kata-kata yang baik. Support mereka dengan DOA. Nggak perlu meremehkan, menghardik, apalagi menyuruh-nyuruh untuk "melupakan."

Esok lusa, kedewasaan, pengalaman, ilmu, lingkungan dan waktu pasti akan membuat seseorang 'bertumbuh'. Entah melupakan, bangkit, menerima, atau belajar sesuatu dari kegagalannya. 

Aku pun hari ini bisa tertawa, bahkan mensyukurinya, juga melalui proses pendewasaan yang cukup lama dan berliku. 

Hargailah setiap proses manusia 'bertumbuh' terhadap takdir Tuhan-Nya.

28: Sebuah Perjalanan Memperbaiki Hubungan dengan Allah

Sunday, March 24, 2024

Berkali-kali Allah mengujiku.

Dengan beragam cobaan yang -kadang- dengan setengah terengah aku mengenyitkan dahi, 'Ya Allah sakit sekali'

Seperti hari ini misalnya, di hari ulang tahunku ke - 28. 

Setelah menjalani operasi ambeyen yang sangat sangat sangat sangat SAKIT, aku pikir aku akan segera sembuh. Nyatanya semua meleset dari prediksi. Sampai hari ini aku masih merasakan nyeri. 

Padahal, sebelum akhirnya memutuskan operasi, aku telah melakukan riset dari A-Z. Mulai dari biaya, masa penyembuhan, teknik operasi, SEMUANYA aku perhitungkan dengan matang dan se jeli mungkin. Saat itu aku yakin, 2 minggu pasti sembuh.

Ternyata semua prediksiku meleset. Semua target ibadah ramadan ku tercerai berai.

Aku tak kuat berpuasa. Dubur terasa nyeri teramat sangat, bahkan aku kesulitan tidur berberapa hari. 

Sedih aku tak bisa berpuasa, sedih tak bisa melaksanakan salat dengan nyaman, dhuha ku bolong, tahajud apalagi.

Belum lagi kerjaan yang ditinggalkan ternyata menumpuk begitu banyak. 

2 minggu lebih Allah cabut nikmatku. 

Keberanian operasi saja, ternyata tak cukup. Dibutuhkan ekstra sabar dalam masa penyembuhan dan pemulihan.

Aku mulai kelelahan.

Ditengah rasa sakit hari ini, aku mencoba refleksi dan menuangkannya dalam tulisan. Mudah-mudahan bait-bait yang ku susun bisa jadi penguat, peringan rasa sakit sekaligus pelipur lara di hati.  Dan yang paling penting, berkhusnuzon terhadap ketetapan-Nya. 

Dear Allah SWT

Ya Allah engkau tahu persis rasa sakit yang ku alami detik per detik setiap waktu berlalu. 

Sakit pasca operasi secara fisik, maupun sakit hati terhadap orang-orang yang menzalimiku di waktu yang bersamaan. 

Aku tidak marah Ya Allah, sungguh bila ini jalan yang harus kutebus untuk mengugurkan dosa-dosaku, jadikanlah aku ridha.

Jadikan sakitku adalah asbab engkau mengasihiku, asbab aku menjadi hamba yang lebih taat, lebih bertindak tanduk sesuai anjuran rasul-Mu, dan asbab datangnya banyak pintu kebaikan di kemudian hari.

Lembutkan hatiku Ya Allah

Lembutkanlah...

Ya Allah meski segelintir manusia menzalimiku, entah sadar atau tidak lisan mereka mengiris hatiku jangan jadikan aku seperti mereka. Gerakkan hati, lisan, tangan dan tubuhku untuk bergerak dalam hal-hal yang baik.

Berkahilah ibuku, saudaraku yang menemani, teman-temanku yang telah menjengukku, memberikan ku buah tangan dan support dari jarak jauh, dokter dan perawat yang membantuku operasi, perawat yang membantuku dengan ramah, teman-teman yang membantuku. 

Berkahilah dengan banyak kebaikan Ya Rabb karena aku tak akan sanggup membalas kebaikan mereka. Mudahkan urusan mereka, wujudkan hajat-hajat baik mereka, jadikan mereka istiqamah dalam kebaikan dan penuhi mereka dengan limpahan kasih sayang-Mu. 

Jadikan kebaikan dan ketulusan yang ada pada diri mereka juga melekat dalam diriku Ya Rabb. 

Cukupkan diriku atas-Mu Ya Rabb. Penuhi hatiku dengan-Mu. 

Ya Muqalibal Qulub Tsabit Qalbi Ala Dhinik. 

Doa ku tak muluk-muluk di hari miladku Yaa Rabb...

Aku ingin hidup tenang, sehat, merasa dekat dengan Allah, menjadi hamba yang engkau cintai dan merasa CUKUP dengan keridhaanmu. 

Jadikan aku orang baik yang dapat mendulang banyak kebaikan. Orang lapang yang mudah memetik hikmah dan mendoakan kebaikan orang lain 🤲❤️


TUBUH TUBUH YANG DIPERDEBATKAN

Thursday, February 29, 2024

Setelah cerita ini usai, ternyata masih ada kelanjutan kekepoan dari ibu-ibu yang bikin gedek-gedek kepala.

 "Mbak, maaf yaa ini bukan bermaksud gimana, cuma nanya. Mbak ada keinginan buat (ngecilin badan/diet) ngga? Soalnya maaf ya ini. Saya yang sudah bersuami saja tuh (njaga banget) kalau agak besar sedikit tu rasanya aduh gimana ya. Kan laki-laki tu..."

 Aku lupa persisnya basa-basi si ibu ini gimana. Tapi biar mudah mencerna, ibu ini tu seakan pengen bilang gini "Mbak gak pengen diet? Biar menarik gitu loh (di mata laki-laki). Saya aja yang udah nikah jaga badan buat suami saya"

Sebenernya, gue bisa aja menjawab dengan beragam variasi. Mulai dari jawaban tegas sampai kurangaj*r.

Kira-kira begini opsinya:

1. Opsi tegas, pakek dalil, biar nohok

"Betul bu, fisik perempuan itu menarik. Itulah kenapa syariat mewajibkan wanita menutup aurat secara sempurna. Kurus atau tidak setau saya kewajibannya sama bu. Tidak boleh diumbar "keindahan tubuh" kepada laki-laki, lebih-lebih yang bukan mahram. Saya juga nggak berminat dapet laki-laki yang otak sama kepala nya isinya body perempuan doang sih."

2. Opsi kurangaj*r, pedes, cocok untuk counter balik bac*tan tidak bermutu

"Ya wajar lah bu anda harus jaga. Kalau anda tubuhnya nggak menarik ya suami anda lirik sana sini lah. Lawong anda aja gak pernah PD sama tubuh anda sendiri. Lagian beda bandingan bu. Anda menjaga buat mahram, la kalo saya njaga buat biar dilihat orang, lah emang saya PSK? (Nauzubillah)"

Kalau gue kejam, mulut gue bisa-bisa aja lebih berbisa ngatain balik. Misalnya pakek penambahan kalimat 'tapi kalau kurus bukannya nggak menarik ya bu?' (kebetulan orang yang basa basi busuk sama w ni kurus) 

Note: Gue nggak ngatain orang kurus ya, please note in the context. Orang ini usil ke w, sehingga w pun jadi punya potensi "serang balik"

Gue nggak ada masalah ketika orang mengkritik gue supaya diet karena alasan kesehatan. Gue gpp banget, dan bersyukur orang-orang mau ngingetin. Walhasil sekarang aku jadi rajin renang tiap minggu. Perlahan memperbaiki pola hidup yang kemarinan rada berantakan.

Tapi akan sangat what the h*ll ketika tubuh gue dijadikan objek penilaian -kenapa gue belum menikah-

Dan perbandingan yang ibu-ibu bandingkan tuh NGGAK SEBANDING. 

Gini, kalau kamu udah menikah, kamu jaga tubuh untuk suami mu itu WAJAR. Ya emang harus gitu.

Tapi kalau kita (single), mempercantik tubuh supaya "terlihat menarik" di hadapan lakik lakok kurangmen gawean. Pakek parfume semerbak dengan niat memikat bukan mahram aja dosaaaaaa ><

Gue bukan kupu-kupu malam (Nauzubillah) yang memperindah tubuh hanya untuk disukai laki-laki. Gue nggak serendah itu.😡

Allah menyukai keindahan bener, kita musti jaga badan juga bener, tapi bukan buat nyenengin mata sembarangan laki-laki. Kalau kemenarikan hanya terletak pada tubuh, ngapain gue susah-susah pakek kerudung rapet? Panjang lagi kerudungnya. Ya mending gue pakek jilboob (Nauzubillah).

Toh ya, ni kalau mau ekstrim. Selera orang tuh beda-beda. Ada yang merasa kurus menarik, berisi menarik, gendut menarik. Subyektif banget.

Dahlah, urusan tubuh tu gausah dikomentarin amat-amat. Akan ada masanya anda, aku, dan kita semua tu keriput, tua, nggak menarik, apa yang mau disombongin?

Atau misal nih nanti habis lahiran *mohon maaf lebaran dikit kalau dikatain gendut, pasti gasuka juga kan?

Jadi ayolah buibu jaga mulut sama-sama. Jangan bermudah mudahan ngerendahin sesama perempuan. 

Fokus jadi perempuan yang bermartabat, akhlaq sama lisannya yang santun. Sambil tetep rajin merawat diri.

Lagian, gue nggak haus pujian dengan hal-hal yang sifatnya fisik. Soalnya tbh nih, kalo cuma sekadar pujian dari laki-laki, banyak yang muji w cantik. >< 

Cuma kan hidup ini nggak cuma muter-muter urusan fisik toh? Kita perempuan, isteri, ibu tuh penggerak bangsa lo. Kunci daripada kunci peradaban.

Mbok ya dimulai menjadi pribadi yang lebih baik, cerdas, pintar dan belajar.

Mau jadi ibu kayak ibu para imam, tapi jaga mulut susah banget. Fisik pula yang dikatain. Duh gasempet sih w.

Butuh 'Kerendahan Hati' untuk Memahami "Rezeki" dan "Ujian" Dalam Satu Waktu

Tuesday, February 27, 2024

Setiap Selasa, biasanya aku mengantar ibu pengajian di Masjid Mangkunegaran. Sembari menunggu, aku bekerja di cafe belakang masjid. 

Hari ini, sesaat sebelum berangkat aku pergi ke tukang tambal ban untuk isi angin (pompa). 

Sembari menunggu bapaknya siap-siap, tiba-tiba saja aku berfikir kira-kira begini "Bapaknya ini gimana ya caranya dapat uang? Masak iya sih setiap hari ada yang nambal ban?" "Eh tapi kan kalau ada orang yang nambal ban, itu artinya yang motornya bocor kena sial doang?" "Hmm berarti bapaknya ini bisa dapet rezeki, kalau ada orang lain dapat ujian?"

Tiba-tiba pikiran tidak masuk akalku berpikir begini "Eh apa jangan-jangan ini yang dinamakan bersama kesulitan, ada kemudahan?"

Saat bapak tambal ban kesulitan dapat uang, kalau ada yang nambal berarti itu rezeki buat bapaknya

Begitupun sebaliknya, ketika orang yang ban nya bocor kan dapet ujian tuh, tapi ketika bisa nambal (ketemu tukang tambal ban) artinya dia dapat solusi dari 'ujiannya'.

"Hmm ternyata Allah tuh membagi porsi rezeki bisa setepat ini ya, ibarat sebuah rantai makanan, ini rumit lho. Tapi Allah bisa mengatur semuanya secara pas." gumamku.

 *

Aku yang akhir-akhir ini lagi agak sedih karena berasa duit segini-gini aja, susah banget naikkin income sejenak bisa merendah.

Segala keruwetan pikiran soal "rezeki" bisa agak sedikit mereda habis lihat tukang tambal ban. 

Terus apa yang bisa disimpulin?

Rumus pemberian rezeki itu sangat rumit. Otak manusia sepintar apapun nggak akan pernah bisa menghitungnya, apalagi memprediksinya.

Kadang yang kita perlukan tu cuma kerendahan hati untuk memahaminya.

Ujian yang kita rasakan bisa jadi rezeki buat orang lain. Atau rezeki kita pun juga bisa jadi juga jadi rezeki buat orang lain.

Dan kalaupun apa yang kita mau memang belum kita dapatkan, mungkin masih ditunda, atau diganti dengan yang lain atau memang tidak diberi karena bukan yang terbaik buat kita. 

Kita cuma perlu sedikit merendah sambil melatih hati sama pikiran untuk berkhusnudzon sama Allah SWT. Yakin sama apa-apa yang Allah kasih untuk kita sudah dengan porsi terbaiknya.

Walau praktiknya kita sering terjungkal dan kepleset, mudah-mudahan bisa menjadi orang yang selalu -setidaknya- mengusahakan hal-hal yang baik.

Kehilangan itu Menyambungkan yang Tak Nyambung

Monday, February 26, 2024


Setiap sedih atau putus asa aku selalu teringat bapak

Seolah-olah (kalau) bapak ada, masalahku tidak akan seberat ini

Seolah-olah (kalau) bapak ada, ujian-ujian rasanya -tidak mungkin- datang

Walau (kalaupun) bapak ada, mungkin aku juga tidak akan menceritakannya

Tapi itulah kedukaan.

Kehilangan saja sudah berat, belum ditambah cobaan-cobaan yang lain-lain.

Nggak nyambung memang

Tapi memang begitulah rasanya

Ujian apapun bentuknya, masalah apapun ragamnya ,se nggak nyampung bentuk rupanya, semua akan tiba-tiba tersambung dengan bapak :')

Seolah-olah (mungkin) Tuhan ingin berbicara:

"Tenang, ujian, masalah, cobaan ini ringan. Udah pernah dapat yang paling menyakitkan kan?"

Jenenge Kacek Yo Tetep Kacek

Monday, February 19, 2024

Hari ini aku membeli sebuah barang rumah tangga di sebuah warung kelontong. 

Aku sendiri seneng pergi ke warung ini karena ibu-ibu penjualnya rumpik heboh dan seru. 

Tapi hari ini aku agak mengkerutkan dahi karena menyadari "hmm warung ini kok mahal ya."

Seingatku harga barang yang ku cari di warung dekat rumahku cuma 12 ribu. Kok di warung ini 15 rebu ya. Sialan, batinku.

Kacek 2 ribu doang sih. Tapi disaat tanggal tua begini, ternyata dua ribu tetaplah berharga :')

Seketika aku langsung ingat bagaimana aku sering merundung ibuku yang memilih membeli barang di toko X ketimbang Y, hanya karena harganya lebih murah. Even kacek (read: selisih) nya nggak jauh-jauh amat, seribu dua ribu :')

"Halah kacek sewu bu," selorohku.

Seolah - olah 'yaudah seribu doang ngapain diribetin sih.' 

Padahal, ya kalo lagi kere mah tetap berasa ya bun :'

Kini w paham kenapa seorang mak-mak memiliki jiwa ketelitian luar biasa perkara duit. Selain karena kita bukan Nagita Slavina, jenenge kacek yo tetep kacek.

Rugi dan naif banget rasanya membeli barang yang lebih mahal padahal nilai/value barangnya literally SAMA PERSIS.

Ku yang masih single saja ternyata sering kembang kempis melihat selisih harga yang -walopun serebu- tetap 'lumayan' menurutku. Apalagi kalau udah berumah tangga yang itungannya musti memet.

Selain itu, sekarang w juga paham kenapa kenaikan harga telur, beras, minyak dan kebutuhan pokok selalu jadi topic paling ruame di beragam media.

10 ribu tak akan pernah jadi 10 ribu bila kurang seribu. Thats why, kenaikan barang pokok sering kali memukul banyak lapisan masyarakat

Kebutuhannya penting, tapi tidak semua orang siap dan mampu dengan lonjakan harga. Mau itu dari segi fisik (income/salary) atau pun mental. 

Karena (sekali lagi) kita bukan Sultan Andara atau cipung yang tidur saja menghasilkan uang :') 

Kesadaran ini akhirnya membuat w agak kapok sih kayanya merundung pasukan ibu-ibu yang penuh perhitungan. Gw kudu ngerem komentar 'halah gur kacek xxx' kepada para  ibu atau orang lain.

Karena kacek tetap lah kacek.

Ketika Pacaran (Juga) Jadi Urusan (Bahkan) Orang yang 'Baru Dikenal'

Suatu hari ada seorang ibu-ibu yang (kurang dari seminggu baru ku kenal) bertanya kepadaku "Mbak, tapi kamu pernah pacaran?" 

Saat itu aku agak kaget. Agak kagok juga ngejawabnya karena "Lah, ni orang baru kenal gue belum ada seminggu, PD banget tanya begini, di depan ibu gue pula."

Menurutku pertanyaan ini nggak sopan karena merupakan pertanyaan privat. Nih ya, sahabat gue Ayuk yang gue kenal sejak SMP aja GAPERNAH TANYA PERTANYAAN kek begitu. Atau temen-temen gue sejak gue SD atau even ibu gue aja, nggak pernah nanya pertanyaan ini. LOL.

Tapi yaudah saat itu aku jawab aja "Gapernah. Prefer mau langsung nikah aja" sebenarnya jawaban klise sampis ala kadarnya banget. Tapi karena masih agak tercengang gue juga nggak cukup berdaya buat jawab nge gas. ITU AJA MASIH DITANYA LAGI "Tapi pernah deket sama orang?" 

Hadeh. 

Gue memutuskan untuk nggak terlalu banyak interaksi dengan beliau. Karena menurut gue, gue nggak akan pernah cocok dan klop dengan tipe ibu-ibu muda begini.

Walopun tbh, gue sebenarnya bukan kali pertama dapat pertanyaan begini. Tapi sampai hari ini gue bingung, KENAPA ORANG KEPO BANGET SAMA GUE? Apakah gue terlihat TIDAK NORMAL? Apakah gue terlihat seperti (Nauzubillah) orang LGBT? -_-

Please, kasih gue alasan kenapa orang se kepo itu. Gue nggak paham.

Karena seingat gue, gue gapernah se kepo itu sama orang lain perkara dia pernah pacaran atau enggak, punya pacar atau nggak, udah kawin atau belum gue gada urusan. Jangankan sama orang yang baru gue kenal, ke temen dan sahabat-sahabatku aja gapernah. 

Disisi lain, makin bingung lagi ketika ada kakak tingkat kuliah gue yang pernah bilang "Aku bahkan gapercaya kamu punya 1 gebetan doang." LAHHHHHHH DIA PIKIR GUE PEMAIN APAYA -___-

Padahal gue juga kagak pernah aneh-aneh -_- berteman mah berteman aja biasa. 

 ***

Ada beberapa pertanyaan yang lumayan menggelayuti pikiran gue. Selain "Kenapa orang kepo sama gue".

"Trigger apa yang bikin orang nanya ini sama gue?"

"Kenapa mereka BERANI nanya kayak gitu ke gue? Apakah karena gue terlihat ramah dan lucu?"

"Tapi se lucu-lucunya gue, gue kayaknya termasuk orang yang cukup tegas dalam mengambil sikap, kenapa masih ada yang kepo ya? Emang mereka gada segen atau takut gue semprot?"

"Apa yang mereka pikirin tentang gue? Apa asumsi mereka sih?"

"Setelah mereka tahu, emangnya mau apa? Kepuasan apa yang mereka dapatkan?"

"Jadi sebenernya gue ini terlampau menarik, atau terlampau tidak menarik? Sampai urusan hubungan gue dikepoin?"

Pada akhirnya gue tetep nggak menemukan jawabannya, sekeras apapun gue merenung. Yang ada gue makin penasaran sendiri "kenapa ya?" 

Urusan pacaran ini sering banget gue dikepoin. Kenapa nggak ada yang kepo "Berminat S2 atau S3 nggak?" atau "Berencana meniti karirnya kemana?" siapa tahu ada yang mau kasih beasiswa gue sekolah lagi, atau ngasih gue kerjaan tambahan? Coba kalau ada, gak bakal gue tolak.

Lagian orang-orang yang kepo ini gue lihat-lihat gak bersumbangsih juga buat gue, gak bikin gue jadi ketemu jodoh gue, terus ngapain nanya-nanya sik ><

Im serious. i was curious about the answer. Please, let me know if you have the answer. 

But one thing i know. Marriage becomes a complex matters in the presence for all levels of society even if the marriage "hasn't happened yet"

Tak Adakah Ruang Aman untuk Mereka yang Berduka?

Sunday, February 18, 2024

Hari ini aku lagi scrolling tiktok dan tiba-tiba nemu kumpulan slideshow komentar entahlah dia siapa (tapi mari kita sebut saja netizen) yang membully seorang ibu yang selama ini aktif di kegiatan Kamisan di Jakarta.

Kita semua tahu aksi ini menuntut adanya 'tindak hukum' yang terjadi pada pelanggaran HAM berat. Salah satunya adalah ibu ini (yang ada dalam konten tersebut). 

Sejujurnya, buat orang yang cukup aware dengan aksi tersebut, wajah ibu ini udah nggak asing wira-wiri di jagad media.

Anaknya hilang akibat tragedi 1998. Sampai sekarang ibu ini sama sekali tidak tahu apakah anaknya masih hidup/tidak karena even mati, ia tak pernah tahu 'jasad' si anak ini. 

Well, aku tahu sebenernya nggak guna-guna amat membahas konten dari potongan tiktok macam begitu. Apalagi dikaitkan sama politik.

Tapi aku mau membahas karena sadar penuh, di luar sana, faktanya ada banyak orang yang masih buta memahami perasaan kedukaan orang lain. Nirempati, sulit mehargai perasaan orang yang kehilangan. 

Aku tidak akan membahas dari segi politik/hukum/tragedi yang terjadi. Bukan kapasitasku karena aku tidak sepintar itu untuk beropini macam Rocky Gerung atau Haris Azhar. 

Tapi mari kita lihat dari sisi humanis. Sisi kemanusiaan kita sebagai sesama MANUSIA. Terlepas anda tidak bersepakat dengan tendensi politik, orang yang kita sebut 'nenek' ini adalah seorang IBU yang kehilangan anaknya. 

Apa yang beliau lakukan -even anda tidak sepakat dengan caranya- adalah SATU DARI SEKIAN BANYAK USAHA yang coba beliau lakukan untuk mengurai perasaannya. 

Apakah kamu pernah membayangkan melihat anakmu, ayahmu, ibumu meninggal tanpa kamu bisa tahu jasadnya? 

Jangankan tahu jasadnya, entah mati atau hidup pun kamu tak tahu. Bertahun-tahun hidup dalam pengharapan yang cuma andai-andai. 

Tanpa merasa paling sok tahu dan bersedih atas ragam duka, tapi aku pun tak pernah melihat jasad bapakku saat meninggal. Kerandanya pun tidak. Hanya mobil ambulan keparat yang bisa kutatap dari jauh. 

Itu saja sudah pedih teramat sangat.

Sungguh, jika anda tak bersepakat dan beranggapan kedukaan ini adalah tunggangan politik, jangan pernah membuat mata hatimu buta bahwa tidak akan pernah mudah manusia melewati ujian kehilangan. 

Aku, jika mengingat bagaimana perlakuan bid*n sialan yang seharusnya bisa segera menolong bapakku tapi malah bersikap angkuh dan tidak profesional, sampai detik ini masih dendam kesumat. Mataku masih berair, dadaku sesak, isi kepalaku penuh dengan amarah. 

Tak jarang, ada perasaan menyesal mengapa aku diam dan mengalah. Seharusnya aku samperin orang tersebut dan ku obrak abrik meja kantornya. Setidaknya, rasa sakitku tersalurkan dengan baik. 

Perasaan, pikiran atau sikap seperti inilah yang kadang menggelayuti orang-orang yang kehilangan. Dan setiap penyintas, memiliki 'ceritanya' sendiri.

Begitupun dengan ibu tersebut. Orang yang berdiri dengan rambut memutih tersebut, hanyalah seorang ibu yang seharusnya perasaan kehilangannya kita validasi bersama sebagai sesama manusia. Apa yang beliau lakukan adalah efek dari hantaman perasaan sakit dari kehilangan.

Terlepas apapun kalian memandangnya dalam kaca mata politik, perasaan duka tak pernah berbohong.

Untuk jari-jari, mata-mata, lisan-lisan yang saat ini -kebetulan- masih penuh kesempurnaan, sulitkah untuk sekadar menahan dari berkata buruk?  

Tak adakah ruang aman bagi mereka yang kehilangan hanya untuk sekadar dihargai perasaannya? 

Berkali-kali aku berucap dan menulis.

Jangan pernah meremehkan kedukaan hingga saat giliranmu tiba, barulah kamu akan mengerti betapa menyakitkannya peristiwa 'kehilangan'.

Cerita Perjalanan Umroh #2

Saturday, January 27, 2024

Gila ya. Sedemikian dahsyat perjalanan umroh gue kemarin sampai sebegininya gue gagal move on. Jika diibaratkan cinta, gue jatuh cinta berkali-kali. Bucin level langit ke tujuh.

Sebegitunya perjalanan ini membekas di hati gue.

Setiap ada gambar dan video Ka'bah lewat di FYP gue, hati gue mencelos. Basah. Kadang kedua mata gue pun ikutan basah.

Mungkin gue sangat katrok. Sangat norak "lebay banget deh umroh baru sekali aje brisik" tapi i swear, kenikmatan Ibadah yang gue rasain di sana terlalu UINDAAAAHHH.

Gue bersyukur. Benar-benar bersyukur yang membuat gue kehabisan kata-kata. Gue pengen balik, meskipun gue nggak tahu gimana caranya nyari duit sebanyak itu :" huhu. 

Kenapa gue bersyukur? Karena ternyata, nggak semua orang punya pengalaman umroh semenyenangkan gue. Nggak semua orang dikasih kesempatan menikmati ibadah sampe sebegininya.

Dimuliakan, tinggal makan tidur ibadah, makan tidur ibadah. Maka Nikmat Tuhan-Mu yang Manakah yang Kau Dustakan :( *nangis

Gue dan Ambisi Gue

Monday, January 22, 2024

Kalau dipikir-pikir, gue ini nggak pinter-pinter amat, nggak jago-jago amat, tapi kenapa ya gue selalu punya dream, bahkan 'dream big' 

Gue pikir di usia gue yang 28 tahun ini, gue akan semeleh. Santuy, biasa aja, mengalir dan bakal sibuk galau soal jodoh.

Ternyata, nggak juga cuy! :( 

Gue perempuan yang meskipun nggak se-skillfull- itu tapi entah kenapa ambisi gue gedhe banget.

Selain urusan dengan Tuhan, mungkin no 2 list hal penting dalam hidup gue adalah menghidupi mimpi gue.

Gue selalu punya goals yang pengen gue capai dalam hidup gue. Baik itu karir, pendidikan maupun pengabdian yang menjadi ujung tombak impian gue kelak.

Anehnya, meskipun gue ambis, achievement gue sebenernya biasa-biasa aja. Gue bukan leader, manager apalagi bos. Bukan dosen juga apalagi profesor. 

Tapi gue ambis. Gue mau apa yang jadi harapan gue bisa gue capai. Atau setidaknya gue bisa khusu' berlari menuju ke arah sana. 

Berkali-kali gue kecewa dan gagal. Tapi berkali-kali juga gue -ngeyel- terus mencoba.

Berkali-kali gue ngeluh dan pengen nyerah. Tapi berkali-kali juga gue berusaha bangkit. 

Nahlo bingung gak tu? 

Pada akhirnya kayaknya gue harus agak menerima kenyataan sih, ambis adalah karakter w.

Gue dan ke-ambi-an gue adalah satu paket.

Gue ambi untuk diri gue sendiri. Untuk menikmati proses berusaha, ikhtiar, dan memberikan yang terbaik untuk GUE SENDIRI.

So yeah. Thats me. A complete package of stubbornness and ambitiousness. Hehe

Hopefully w ambis in a good way dan nggak zalim ma orang. 

Pencapaian Mereka Juga Jadi Kebahagiaan Buatku

Saturday, January 20, 2024

Beberapa hari ini gw mendengar kabar yang super duper menyenangkan. Beberapa teman gw dapat pekerjaan baru. Kebahagiaan gw bertambah ketika mendengar cerita mereka yang menyenangkan di kantor barunya. Gaji mereka naik, bosnya baik, lingkungan yang support, experience baru, serius gue se-seneng itu!!! Walopun tantangan dan yang namanya kerja pasti ada 'nggak enaknya' tapi gue berdoa semoga perlahan semuanya akan semakin baik dan lancar. Aaamiin . . .

Aku sangat bersyukur melihat teman-teman q rowing. 

Asli, ikut seneng banget melihat segala bentuk pencapaian mereka yang sangat luar biasa.

Gue berharap akan lebih banyak perempuan dan Muslimah yang makin berjaya, cemerlang, mengeluarkan potensi terbaik mereka yang mereka bisa salurkan dan bermanfaat untuk banyak orang.

Berkah-berkah semuanyaaa pokoknya yaahhh. Amiiinn paling seriuuuss.


Renungan Saat Kecewa dan Ujian Datang Bersamaan

Friday, January 12, 2024

Akhir-akhir ini hatiku dipenuhi perasaan was-was. Takut dan berujung ada satu kabar yang membuatku kecewa. 

Lagi-lagi tentang manusia yang entahlah, apakah aku boleh menyebutnya serampangan menilaiku? Memandangku sebelah mata seakan apa yang telah aku usahakan selama ini tidak berguna.

Aku melalui hari-hari yang begitu berat di tahun 2023. Sungguh berat. 

Diantara banyak hal baik yang telah coba kuusahakan, seakan semuanya sia-sia di penghujung tahun.

Aku terbentur rasa kecewa.

Ingin sekali aku marah, tapi bukankah sebenarnya aku memang marah dengan menuliskannya disini?

Ya Allah

Jika ujian dan kekecewaan yang menyakitkan ini adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus kujalani. Jadikan aku kuat, ikhlas, dan tabah menjalaninya.

 Cukupkan aku dengan ridha-Mu.

Lembutkanlah hatiku.

Jadikanlah aku orang yang lebih baik "mawas diri" merenungi kekuranganku dan memohon ampun pada-Mu dengan sungguh-sungguh ketimbang mendongakkan kepala dan tangan menunjuk-nujuk ciptaan-Mu yang mungkin jauh lebih Mulia di hadapan-Mu. 

Meski berat, jadikan aku orang yang ringan hati dan mudah ridha dengan segala ketetapan-Mu.

Ya Allah ringankan ringankan Ya Allah ringankan.

Berikan keajaiban-Mu untukku seperti engkau memberikan beragam keajaiban saat aku di Makkah dan Madinah. 

Aaameenn

Treat Women Like A Princess

Thursday, January 4, 2024

I asked my new friend about 3 things that make him happy and 3 things that make him sad/angry.

Its just random question, and i didnt know that he would asked me back "How about you?"

I answered "Im little bit 'Philosophical person' hehe

So i like Being sincerely loved, getting gifts, being treated well.

I hate injustice, being let down/dissappointed, being betrayed."

Surprisingly my friend answered "Oh interesting. You like to be a princess"

Im little bit shocked with his response, but also laugh.

***

Saat itu aku juga bertanya 'But, you dont think that is bad things, right?LOL' then he said 'No no it’s not bad this is how women should be treated'

Thats the point! 

Buat gw pribadi, memuliakan perempuan, bersikap baik, menjaga marwah mereka itu bukan perkara 'special' but the things that we should do! 

Gw pernah nangis banget karena tiba-tiba randomly inget momen gw sama bapak. Gw nangis karena gw baru sadar betapa bapak gw memuliakan gw sebagai anak perempuan satu-satunya.

Gw dijemput sama bapak pas pulang malem naik motor berdua,  gw inget bagaimana bapak gw sabar nungguin gw selesai acara, gw inget kalo gw sampe rumah malem-malem, sambil naruk helm bapaknhw pasti akan dipanggil nama gw "Luk?" Memastikan gw bener udah nyampe rumah.

Gw juga baru menyadari betapa banyak hal-hal baik yang dilakukan keluarga gw buat gw. Bukan karena gw anak perempuan yang dimanjakan/mau dimanja, tapi keluarga gw tahu, bagaimana gw harus diperlakukan.Dariiii beragam sisi kehidupan. Mulai dari kesehatan, ibadah, pekerjaan, bersikap sama orang lain, bahkan sampai soal pemikiran gw.

Gw selalu dikasih makanan yang baik dan bergizi sama ortu gw. Tahu kan gw di rumah gaboleh makan indomie? Nggak boleh beli saos, dll. Gw tahu mereka pengen gw makan makanan yang sehat.

Gw selalu diingetin buat olahraga demi kesehatan gw. 

Gw di keluarga gw sangat di dorong untuk bertumbuh! Gw boleh sekolah setinggi yang gw mau. Tapi sayangnya gw nya yang kurang motivasi, hehe.

Gw diizinkan bekerja untuk jadi orang yang mandiri,

Ibadah gw sangat diperhatikan. Salat Fardhu, salat tahajjud, sedekah, berdoa semua rentengan ibadah jadi bahan khutbah harian ibu gw. 

Gw dibekali untuk bisa ngerjain pekerjaan rumah, walopun gw amat mager mengerjakannya dan sering dimarahin juga sih. Hehe

Gw kadang terlalu berpikir liar. Ignorance. Gw suka nge skip orang disekitar gw yang nggak cukup baik buat gw. Tapi di sisi lain gw juga selalu diingetin sama ibu gw klo gw hidup di masyarakat gak bisa seperti itu.

Tapi di lain sisi juga, ketika gw males ketemu sama orang yang gw 'gak banget deh', ibu gw gapernah maksa gw untuk keluar. Karena buat gw 'akhlaq' number 1 dan Ibu gw tahu persis, gw gasuka orang yang gabisa jaga sikap dan gabisa jaga mulut 

Sampai kapanpun gw gak akan pernah bisa bales kebaikan keluarga gw dengan segala penerimaan mereka untuk gw. 

Dan dengan segala perlakuan baik mereka ke gw, apakah karena gw special? NO! Gw ini super keras kepala.  Mungkin kalau special gw adalah anak perempuan yang penurut, lembut, yang manis-manis, tapi gw jauh dari itu. Gw diperlakukan baik oleh mereka simply karena gw perempuan, dan ajaran agama gw pun mengajarkan untuk bersikap baik dan lembut pada perempuan, no matter what.

Kadang kita terlalu banyak berisik membicarakan 'perempuan harus begini' tapi lupa mengupayakan 'seharusnya perempuan diperlakukan begini'

Itu baru keluarga gw (bapak, ibu dan adik gw) belum temen-temen gw yang mereka juga super duper baik ke gw.  

Gw bersyukur dikeliling oleh orang baik dan memperlakukan gw dengan hormat sebagai perempuan, sebagai muslimah. Karena hari ini berapa banyak sih perempuan-perempuan yang sadar akan kehormatan dirinya? Gw bersyukur karena tanpa "gw minta" gw diperlakukan baik. Alhamdulillah.

Masyaa Allah Tabarakallah, mudah-mudahan Allah muliakan mereka dengan Ridha dan kasih sayang-Nya❤️

 Jadi treat women like a princess itu bukan perkara 'heboh' tapi seperti kata temen gw "...this is how women should be treated"

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS