Tulisan tentang Menikah #1

Sunday, December 23, 2018

Dulu entah kapan tepatnya aku lupa, aku  semangat banget yang namanya kepengen nikah umur 20 tahun atau 21 tahun. Pokoknya mau nikah muda gitu. 

Kemudian waktu berlalu, sampai umurku sekarang udah 22 tahun, yang berarti harapan untuk menikah muda sudah terlewati. hehe

Jadi inget pernah ngobrol sama mbak Avil "Dulu aku juga gitu kok awal-awal semangat banget pengen nikah muda, tapi makin kesini yaudah santai, jalani aja"

Dan .  . Yeah! kata-kata mba Avil itu benerrr! 😅 wkwk

Sekarang lebih realistis, lebih nggak muluk-muluk dan lebih memilih untuk mencoba banyak bersyukur menikmati kehidupan sekarang. Nggak mau terlalu mikirin gimana-gimana karena yang paling penting adalah yakin aja dulu sama Alloh. Soalnya jodoh itu kan bagian dari rezeki dan janji Alloh buat Hamba-hambanya :')

Akupun mulai menyadari, bahwa aku belum cukup siap dan mampu untuk menikah saat ini.
Alasannya ? Hmm apaya banyak faktor.

Pertama, melihat beberapa temen-temen yang sudah menikah, aku belum menemukan apaya mungkin semacam 'value' yang bisa bikin aku mikir 'oke Luk kamu harus segera menikah'. Hehe

Kedua, mungkin bagi sebagian orang berfikir bahwa "Luluk masih memiliki cita-cita yang terlalu tinggi"
"Dan itu artinya kamu gak siap Luk nikah sekarang, kamu belum siap jadi istri apalagi jadi ibu kalau pikiran mu masih aja ngejar karir."
Begitu kali ya pikiran orang-orang. Wkwk
Tapi ya memang bener. Prioritasku saat ini (saat ini ya, gatau kalau esok lusa berubah) adalah punya karya. Setidaknya, segera jadi sarjana :') hehe.
But, soal mimpi, aku tidak akan pernah mengurangi atau menurunkan standard mimpiku sediqitpun, karena bagiku menikah bukan soal mengubur mimpi-mimpi tapi melangitkan impian bersama-sama. Saling support, saling mendoakan untuk kebaikan bersama. Ye nggak ? :')
Ya sekarang kan masalahnya bukan stereotip orang ya tapi gimana aku bisa menemukan pasangan yang punya visi/pikiran yang sama soal melangitkan mimpi dan cita-cita bersama. Eyaa 😅 wkwk tapi belum nemu .-.

Ketiga, dan mungkin ini alasan yang paling make sense sih, karena semakin banyak belajar dan menyimak sharing ilmu dari banyak orang bahkan Ustadz aku masih ragu-ragu dan merasa belum siap.
Pikirannya belum bisa lurus "menikah adalah Ibadah. Lillahitaala"
Jadi, aku nggak mau memaksakan itu. Tidak mau berbohong sama diri sendiri, bilang kepengan kepengen nikah padahal hati, pikiran belum siap. 

(terus nanti ada yang bantah, tapi Luk nikah itu gak akan ada siapnya. hmm aku pernah mendengar seorang berkata "ukuran kesiapan nanti dirimu sendiri lak tahu" jadi kalau emang menikah nggak akan ada siapnya, setidaknya nanti aku akan ada step dimana lebih siap dari hari ini meskipun "ya nggak siap" nahlo gimana, mudeng nggak ? haha)

Keempat, belum ada tanda-tanda jodoh yang ketuk pintu rumah. Wkwk jadi kalopun mau nikah, mo sama sape ? Hehe
Dan karena belum ada yang melamar (bewrat amat bahasanye) aku juga belum mau berikhtiar (untuk saat ini ya) karena ya itu tadi. Prioritas ku sekarang adalah berjuang dulu dapat gelar sarjana, lulus, sebagai bentuk tanggung jawab kepada diri sendiri dan ortu yang harus di selesaikan. 😊

Tapi kalo ditengah-tengah ada yang ketuk pintu gimana Luk ? Ya itu lain cerita laa bebs ☺ hehe

Sekian episode Tulisan tentang Menikah episode #1.
Masih ada banyak episode "Tulisan tentang Menikah #2 #3 #4 dst!"
Nantikan kelanjutan episode nya! 😉


Salam, 


-Luluk Khoirunnisa-

Membahagiakan Diri Sendiri

Saturday, December 22, 2018

Dua kali post terakhir selalu pakek awalan "akhir-akhir ini" wkwk so, let's try another words.

Beberapa waktu lalu, aku ketemu sama dua orang teman SMA ku. Kita ngobrol di rumahku sampai malam. Obrolannya yaa seputar kehidupan mbak mbak 20 tahunan lah :') hehe. Diskusi macam-macam yang hampir separuh obrolannya adalah obrolan berat. Mulai dari kesehatan, mental health, sampai soal menjalani warna-warni kehidupan yang gak bakal habis buat diobrolin.

Sampailah pada pembicaraan dimana aku bercerita tentang kekesalanku dengan omongan orang-orang yang menyudutkan ku. menganggap aku nggak santai dalam menjalani proses kehidupanku saat ini. Kata mereka aku suruh "Santai dan nikmatin aja apa yang aku jalanin saat ini". 
Aku kezeelll :(((
Guys, plis kalian pernah kan ngrasain gimana rasanya mumet nyari judul skripsi, pernah ngrasa galau kenapa nggak lulus-lulus, pernah ngrasa "gaenak sama ortu" karena belum bisa lulus cepet, atau sekadar mikir pengen jadi anak yang gak membebani ortu ? 
Pernah kan ? SAMA. AKU JUGA GUYS :')
Well, kenapa aku harus di santai-santaiin disaat kalian pasti pernah merasakan hal yang sama ? Kenapa nggak mencoba buat saling menyemangati, mendoakan yang terbaik ? hhhh.

Mungkin jawabannya adalah, mereka sudah melewati proses sulit ini, sedangkan aku belum.
Sehingga komunikasi yang terjalin jadi nggak tepat, dan malah membuat aku semakin down.

Dan di saat aku down, aku butuh orang lain yang paling nggak mengembalikan kepercayaan diriku bahwa "Kamu bisa melewati ini semua Luk". Faktanya hanya satu dua orang saja yang membantuku.
Adapun yang datang cuma "njawab sak kenek e" ada juga yang berusaha njawab dengan baik tapi malah terkesan semakin menjatuhkan ku.

Kemudian aku semakin kecewa.

Dan benar nasihat Ali Bin Abi Thalib. "Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup, dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia"

Kemudian aku intropeksi dan mikir, "Aku nggak bisa kayak gini"

"Aku harus menemukan sumber kebahagiaanku sendiri. dan kebahagiaan itu bersumber dari dalam diri ku sendiri"

Wina dan Lala juga pernah bilang -/+ "mulai sekarang opo-opo dewe Luk. Jangan bergantung sama orang lain, jangan apa-apa bareng A B C. Koe kudu isoh membahagiakan dirimu sendiri mboh pie carane"

Dan sekarang, Alhamdulillah aku lebih tenang dan lebih rilexs menjalani hari-hari.

Ternyata bener. kebahagiaan itu gaperlu kita cari, karena kita bisa membuatnya.

Hal yang aku lakukan adalah :
1. Silent dari zona dunia maya (group) yang membuat ku nggak nyaman. aku yang biasanya semangat buat kumpul-kumpul, fast respon saat chatting mulai menghindari hal-hal tersebut.
Dan ternyata itu berhasil membuat ku lega dan cukup tenang
2. Mengurung diri kamar.
Tidak bertemu banyak orang artinya mengurangi adanya gangguan yang bisa ganggu mood kita jadi makin gabaik.
3. Tidur
Cara efektif supaya kita nggak ingat masalah duniawi yang menipu ini. hehe

Intinya, sesulit apapun masalah dan ujian yang kita hadapi saat ini, jangan pernah berharap sama orang lain buat membantu kita. Karena nggak semua orang punya awareness dan tingkat respect yang sama. Dan tentunya orang lain punya priotitas lain yang lebih urgent daripada ngurusin masalahmu kan ? hehe. Belajar untuk kuat sendiri, mandiri, dan punya problem solving yang ampuh! Ketika kita tough, kita pasti punya cara buat membahagiakan diri sendiri. dan cara tiap orang pun masing-masing. Kamu perempuan, kamu pasti bisa! :)

Salam,


-Luluk Khoirunnisa-

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS