REFLEKSI #2020

Thursday, December 31, 2020

 2020...

Begitu banyak yang terjadi, hingga kata yang disusun pun terasa kelu untuk dibagi

Cerita tentang cinta, cita, dan rencana yang pupus nyaris tak bersisa

Harapan yang kini menjadi angan

Masa depan yang terasa begitu suram

Hingga segala doa yang dipanjat rasanya begitu jauuhh dengan kenyataan 


Sungguh berat untuk mengatakan tidak pada perasaan lelah yang begitu dalam


Mereka yang terpaksa menunda lamaran dan pernikahan

Mereka yang kehilangan pekerjaan dan sulit memenuhi kebutuhan

Mereka yang terpaksa lulus menjadi 'angkatan corona' dan begitu terjal berjalan meraih impian

Mereka yang bertarung nyawa untuk menyelamatkan sesama

Dan mungkin,

Aku dan kamu yang masih terombang ambing pada segala kerumitan hidup yang terjadi


Ah, 2020 memang menjadi momentum berjuang untuk kita semua . . 


Meski badai keterputusasaan begitu dalam menghujam,

Semoga masih ada asa untuk bertahan

Tak Melulu Dibagi, Kadar Bahagia Tak Akan Berkurang

Monday, December 28, 2020

Mungkin ini aneh, tapi terkadang momentum membahagiakan yang sedang kita rasakan, tidak perlu terlalu masif untuk kita bagi (Meskipun benar adanya bahwa apa yang kita unggah dalam dunia maya 100% adalah hak kita) 😊


Terkadang, kita perlu melihat sisi lain, bahwa kebahagiaan yang kita bagi, bisa menjadi pedang yang sangat menyakitkan bagi orang lain.


Itulah kenapa salah satu alasan saat sidang dan wisuda, aku cenderung memilih untuk menyembunyikan dan tidak memposting apapun di social media.


Sederhana saja alasannya, menjaga mereka yang mungkin hati dan raganya sedang tertatih dalam berjuang di medan yang sama.


Mengapa memilih 'menjaga' ?

Personal reason.

Berangkat dari 2014 silam, salah satu titik balik kehidupan dimana di usia 18 tahun ditempa kegagalan yang begitu menghujam.

rasanya seperti jatuh dari pohon yang tinggi ditambah ketimpa buah durian.

Sudahlah gagal meraih impian, masih harus menyaksikan begitu riuh kesenangan orang lain atas keberhasilan mereka di berbagai media platform.


Tidak, perasaan itu bukan iri, lebih kepada proses panjang untuk menerima kekurangan diri.

melihat orang lain berhasil, membuat kita cenderung 'menyalahkan diri sendiri'

Membuat kita menjadi sering bertanya 'kenapa orang lain bisa aku tidak bisa?'

Membuat kita terus bertanya 'mengapa harus aku?' 


Dan tanpa sadar, itu melukai diri kita sendiri.


Karena tahu pahitnya terpuruk dalam kebahagiaan orang lain, aku berjanji untuk lebih berhati-hati saat berbahagia.


Dan ternyata . . 

bahagia dalam diam tidak akan pernah mengurangi sedikitpun perasaan bahagia itu sendiri. Justru, rasanya jauh lebih membahagiakan. Karena perasaan tersebut hanya kita bagi dengan sang pemiliki hati, Alloh SWT dengan banyak bersyukur.


Spread love untuk siapapun yang sedang berjuang di jalan apapun ❤️

selagi itu baik, go! 😉

Rumitnya Menjadi Perempuan

Wednesday, December 9, 2020

 Menjadi perempuan itu rumit.

Berdandan sederhana dibilang kusut gak perhatian dengan penampilan

Berias tebal sedikit, ada aja komentarnya

'ih gonjreng banget, gaenak diliat'

'ih warna lipstiknya serem banget kayak nenek lampir'


Menjadi perempuan itu rumit.

Pakai parfume dikatain 'ih wangi banget sih'

Tapi kalo gak wangi, digunjingin 'jadi cewek kok bau'


Menjadi perempuan itu rumit.

Terlalu pintar salah, gapintar-pintar amat juga salah


Menjadi perempuan itu rumit.

Terlalu lembut dibilang 'lemah', tapi kalau berprinsip dan independen dibilang 'terlalu mendominasi'


Menjadi perempuan itu rumit.

Nggak punya pasangan dibilang gak laku, terlalu pilih-pilih, terlalu mikirin karir dan sekolah ketinggian


Menjadi perempuan itu rumit

Punya pasangan cepet dibilang ngebet banget


Menjadi perempuan itu sangat rumit.

Ke kanan atau ke kiri selalu saja dikomentari.


***


Sudut pandang yang sempit, minim empati,dan ketidakterbukaan pada sudut pandang orang lain membuat kita gelap mata, bahwa hidup ini seperti potongan cerita yang kita tuliskan dengan cara dan keputusan yang berbeda-beda.


Mari mengurangi berbicara tentang kerumitan perempuan.

Ingin menjadi perempuan seperti apa dan bagaimana bukan urusan kita untuk menjadi juri dan hakim untuknya


Mari tetap saling menghormati, tidak sembarangan dan serampangan dalam berbicara atau bercanda.


Kalaupun ingin menasihati dan memberi saran bila tidak sesuai dengan (misalnya norma-norma/nilai Agama) upayakan untuk diimbangi dengan cara dan sikap yang bijaksana.


Kita semua sama. Sama sama perempuan, sama-sama manusia

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS