Empati Manusia, ditengah Pandemi

Wednesday, May 27, 2020

Terlepas dari banyaknya pemberitaan, opini, sudut pandang terkait pandemi ini, ternyata ada hal yang jauh lebih bermakna untuk kita renungi. Paling tidak, untuk diriku sendiri.

yaitu, kepedulian kita terhadap sesama, kepekaan kita terhadap society, dan empati kita pada orang lain.

Dua hari ini aku dibuat emosi dengan sebuah kegiatan "administrasi" yang membuat ku Istighfar berkali-kali. Literally Istighfar, sangking nggak habis pikir, kokya masih ada orang-orang yang menyulitkan urusan orang lain ditengah pandemi seperti ini.
Tapi di hari ini pula, aku juga bertemu dengan seorang ibu-ibu yang dengan rendah hati mau membantuku. (semoga ibu ini Alloh jadikan anak-anaknya sukses, dan kelak suatu hari jika ibu ini mendapat kesulitan/musibah, Alloh mudahkan)

"Sebentar ya mba, saya selesaikan ini dulu nanti saya coba WA kan xxxx"
"Mba saya ambil kacamata keatas dulu ya, eh ndausah deh ini kayaknya xxxx cepat balasnya" 
"Saya telfon xxxx nggak diangkat mba"
"Eh ini sudah dibalas mba...."
Ibu ini menyerahkan hp nya untuk menunjukkan balasan "xxx" (Daaan, balasan xxx ini sungguh membuatku tercengang, yang membuatku bikin Istighfar lagi) wkwk

Nggak membuahkan hasil memang, tapi kebaikan ibu ini membuatku belajar, orang baik akan selalu baik ditengah kondisi, situasi, dan keadaan apapun. Dan orang yang di dalam hatinya punya kesenangan untuk membantu, dia akan tetap berusaha membantu, meskipun itu kecil dan sedikit. 

Dan ini semua membuat ku merenung disepanjang perjalanan.

Aku jadi teringat saat aku dan beberapa teman kajian memutuskan untuk menggalang donasi untuk kebutuhan APD diawal pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia.
Kita yang ibaratnya cuma 'panitia' dibuat terkejut oleh para 'donatur' yang Masyaa Alloh Masyaa Alloh Masyaa Alloh baik-baik banget sampe aku bener-bener terharu.

Ada seorang teman yang chat aku,
"Lui aku cuma bisa bantu segini tapi semoga bermanfaat ya"
"Lui aku boleh nggak ikut bantu share posternya?"
Ada juga beberapa teman kami yang donasi dengan jumlah yang tidak sedikit, bahkan ada seorang stranger entah dia siapa yang turut berdonasi lewat kami,

Nggak disangka-sangka memang,
ditengah keriuhan orang berbicara tentang Covid-19, ada orang yang dalam kesunyiannya justru fokus berpartisipasi untuk membantu.

Waktu kami membuka donasi untuk membantu fakir miskin terdampak Covid-19 pun lagi-lagi kita dibikin "Masyaa Alloh" oleh para donatur.

Jumlah yang kami kumpulkan mungkin memang tidak banyak, tapi Insyaa Alloh, kebaikan para donatur akan selalu aku ingat disepanjang hidupku, akan menjadi sebuah pembelajaran hidup untukku tentang "apa arti sedekah", "apa arti membantu sesama", dan kelak semoga kita bisa saling bersaksi di hadapan Alloh SWT, bahwa masih ada orang-orang dengan segala kelebihan dan kekurangannya sebagai seorang manusia, masih ada secuil kebaikan yang bisa ia bagi untuk sesama.
mudah-mudahan segala apa yang dikerjakan temen-temen panitia dan kebaikan para donatur Alloh Ridhoi, Alloh jadikan sebuah kebaikan berlipat. Aamiin

Perenungan ini akhirnya membuatku sedikit 'lunak' untuk tidak mendoakan yang buruk-buruk atas kezaliman segelintir orang yang bikin Istighfar tadi.
Hehe

Dan akhirnya, aku berkesimpulan,
Terlepas dari sudut pandang, opini, cerita, pemberitaan terkait pandemi ini, mungkin ini saatnya kita refleksi diri tentang 'status' kita sebagai seorang manusia.

Selama pandemi ini, kita menjadi manusia yang seperti apa sih? Apa saja yang sudah kita lakukan ?

Kita selama ini sibuk berteori,
Sampai-sampai lupa, sudah sejauh mana hati kita tergerak untuk peduli terhadap sesama? Untuk peka terhadap kesulitan-kesulitan orang lain? Untuk sedikit saja berempati terhadap orang-orang yang betul-betul berjuang ditengah pandemi ini.

Ingat, membantu tidak melulu tentang uang, 
Ada banyak kebaikan yang bisa kita lakukan sebagai manusia, bukan?
Tidak perlu bertanya apa, karena aku dan kamu tentunya sudah lebih dari cukup untuk tahu, apaitu "berbuata baik"

Belajar dari sepotong kisah yang aku ceritakan diatas,
Sama-sama ditengah kondisi pandemi, ada si "xxx" yang memilih untuk tidak memudahkan urusanku, malah bales dengan jawaban yang nggak enak. Tapi disaat yang sama pula ada ibu-ibu yang memilih untuk tetap membantuku, meskipun hanya sekadar menjadi penjembatan pertanyaanku.

begitupun dengan kita.

Sama-sama ditengah pandemi, ada yang sibuk jalan-jalan ke mall, nongkrong, liburan (padahal belum dianjurkan) namun juga ada yang sekuat tenaga nahan bosen dan stress nggak jalan-jalan demi memutus tali penyebaran covid-19

Sama-sama ditengah pandemi, ada yang sibuk nyampah di media sosial tentang ABC, tapi disaat yang sama pula, ada orang-orang yang memutuskan untuk menjadi relawan, membantu galang donasi, sedekah harta, dan lain lain.

Sama-sama ditengah pandemi, ada yang sibuk share berita hoaxs, comot-comot berita tidak jelas dan di share kemana-mana, namun disaat yang sama pula ada orang-orang yang sekuat tenaga mencoba mengulas satu topik dengan narasi ilmiah , kritis dan berdasar

Sama-sama ditengah pandemi, ada yang sibuk bikin konten sampah dan pansos, namun disaat yang sama pula, ada orang-orang yang mikir keras gimana bikin konten-konten mendidik.

dan masih banyak lainnya,

Yang mana yang kita pilih?

Pada akhirnya,
Pandemi hari ini, akan menjadi cerita di kemudian hari.
Lantas,
Sejarah apa yang ingin kita tulis di masa depan nanti ? :)

Baikkah ? Atau justru sebaliknya? :')

KATA ORANG, YAUDAH SIH SABAR AJA! BERSYUKUR! NIKMATIN HIDUP!

Friday, May 15, 2020

Hingga hari ini, aku orang yang sangat kontra terhadap orang-orang yang hobi banget pakek kata-kata 'yauda sabar aja' 'yaudah bersyukur aja' 'yaudah nikmatin aja' disaat orang lain bener-bener lagi kesusahan. Lagi stress. Lagi capek. Lagi dapet masalah. Lagi dapet musibah.

Kenapa sih harus buru-buru menyuruh mereka untuk kuat ? Padahal kita paham betul bahwa sebagai manusia, kita pasti punya perasaan 'lemah'.

Nasihat tentang sabar, tentang ikhlas, tentang bersyukur itu  bagus. Bagus banget malah.
Tapi belajar EMPATI lagi yuk 😊
Belajar menjadi manusia yang lebih peka terhadap psikis orang lain
Belajar menjadi manusia yang mudah memberikan rukhsoh (keringanan) pada orang lain
Belajar memahami peran manusia yang seharusnya mudah berempati.
Jangan buru-buru meminta mereka auto bakoh disaat mereka justru butuh untuk dikuatkan

Lelah, stress, putus asa, minder, kurang bersyukur, kurang sabar, susah ikhlas itu memang bagian hidup manusia kan ?

Ada disini yang selama hidup dari lahir sampe detik ini bahagia 100% ? Tenang 100% ? Cukup 100% ? Nggak pernah sedih ? Nggak pernah kecewa ? Nggak pernah capek ? Nggak pernah nangis ? Nggak pernah sambat ? Nggak pernah bertanya sama Alloh "why?"

Nggak ada.

Kenapa ? Karena kekurangan itulah kita disebut manusia.
Kesempurnaan rasa itu proses hidup.

Bukan nggak bisa nikmatin hidup,
Tapi untuk paham arti sabar,
Untuk paham pentingnya ikhlas dan memperbanyak syukur itu, bukankah memang dengan ujian ?

Menjadi manusia yang lebih baik, lebih kuat, lebih sabar, lebih segala-galanya adalah proses seumur hidup.

Melalui titik-titik ujian yang Alloh berikan, rasa ini dibentuk.
Ya memang butuh waktu.

Masalah orang lain bagi kita mungkin kecil, tapi sekali lagi, mental orang, kemampuan orang nggak semuanya sama.
Kalau nggak bisa sedikit saja memahami, panjatkan saja doa-doa. Agar yang dalam proses menjadi orang yang lebih baik, lebih bijak, lebih sabar, lebih kuat, lebih banyak bersyukur ia diberi kemudahan, kemampuan, kekuatan.

Berhenti meletakkan masalah orang lain itu sepele, tidak penting, remeh dikala ia betul-betul sedang terpuruk. Bayangkan kita adalah ia yang sedang terpuruk.

Perlakuan apa yang ingin kita dapatkan ? Kalimat apa yang ingin kita dengar ?
Lakukan!

Aku belajar, kamu belajar, kita semua belajar, untuk menjadi manusia yang lebih lebih lebih memahami 'manusia' itu sendiri 😊

Sarjana jadi Karyawan, Terus Kenapa ?

Monday, May 4, 2020

Entah apa yang membuat aku jadi rada ke-trigger tapi aku sedikit tidak nyaman (atau lebih tepatnya nggak setuju) dengan sebuah konsep berpikir entrepreneurship yang kadang suka 'membenturkan' konsep sarjana dengan karyawan seolah-olah 2 hal tersebut apabila bertemu maka itu adalah sesuatu yang buruk.

Sebenernya apa sih yang salah dengan keberadaan sarjana yang jadi karyawan ?
Nggak semua orang di dunia ini punya passion jadi pengusaha, nggak semua orang di dunia ini juga dikaruniai kemampuan dan kesempatan jadi pengusaha, dan atau memang ada juga orang yang memang cita-cita nya nggak jadi pengusaha.

Hidup ini terlalu sempit jika mengkotakkan sesuatu hanya dengan A dan B saja.

Dan terus terang, rada empet juga sama orang yang suka berfikir begini:
"Sarjana mau ngapain ? Paling jadi PNS. Paling jadi karyawan. Itu lo X, Y, Z, bos facebook juga nggak sarjana. Nggak sekolah tinggi juga bisa sukses"

Hehehe

Wait paman boboho! ☺

Situ usaha juga belon segedhe Mark Zuck2 (susah gaes nulisnya) tapi ampuunn ngomong nya gedhe banget ☺
Menganggap rendah orang lain, padahal apa yang disombongkan juga cuma sebiji anak nya anak nya anak nya anak anaknya bakteri dari yang Alloh miliki 😊

Coba mikir.

Sahabat Nabi 'sekolah' nya langsung lo dari Rasulullah, ilmunya udah dipastikan dari sumber TERBAIK. tapi apa semuanya jadi saudagar ? Apa semuanya kaya ? Apa semuanya jadi konglo kayak Abdurahman bin Auf/Utsman bin Affan ?
Nggak!
Bilal Bin Rabbah malah mantan budak. Abu Dzar Al-Ghiffari atau siapa ya itu aku lupa namanya bahkan disaat kematian nya sampe nggak punya kain yang cukup mengkafani jenazahnya.
Tapi hal tersebut nggak mengurangi sedikit pun kemuliaan mereka kan ?

Kenapa ? Karena ilmu dan 'sekolah' nggak melulu tentang harta dan popularitas 😊

Atau kita lihat deh sosok bu Muslimah. Guru SD nya Andrea Hirata.
Kerjanya juga jadi karyawan sekolah. Guru termasuk karyawan kan ? Wong Bu Muslimah bukan pemilik sekolah.

Tapi sukses nggak ? Sukses! Ketulusan beliau dalam mengajar bisa menghantarkan 'Ikal' menjadi salah satu penulis terbaik di Indonesia, yang karya-karya nya bahkan diakui dunia dan menginspirasi banyak orang :")

Brother and sister ...
Ada banyak sekali sendi-sendi kehidupan yang terkadang tidak melulu hitam dan putih
Sayangnya, kita kerapkali terjebak mengkotak-kotakkan segalanya.
Tentang sukses misalnya.

Duit penting sih, dikasi banyak juga mau dan nggak nolak ☺
Popularitas pun juga penting,
Bisa mendongkrak banyak pencapaian
tapi itu bukan satu-satunya ukuran kesuksesan kan ?

Gini lo, jadi apapun kita, yang penting tuh integritas.
Jujur, amanah, bekerja keras dan Lillahi taala.

Manusia itu punya sisi sosial. Simbiosis mutualisme. Semuanya saling butuh, saling memberi dan saling membantu.

Pengusaha butuh karyawan kan ? Karyawan butuh pengusaha
Guru butuh murid kan ?
Murid butuh guru
Pengrajin butuh konsumen kan ?
Konsumen butuh produk pengrajin

Nggak perlu merasa 'lebih baik' semuanya bisa jadi baik kalo bersama-sama

Pengusaha oke. Karyawan oke. Ibu rumah tangga oke. Petani oke. Buruh oke. Dokter oke. Semuanya oke.

Yang nggak oke cuma 1:  pandangan kita yang sempit 😊

Terakhir, perlu digaris bawahi, tulisan ini ditulis tidak mengharuskan anda untuk setuju. Karena lagi-lagi, ketidaksepakatan dalam satu topik, bisa jadi karena kita melihat topik tersebut dari 2 kacamata yang berbeda. Jadi enjoy kayak di pantai aja 😉 Xixix
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS