Understanding

Monday, April 29, 2024

 Di kehidupan yang semakin rumit ini, aku jadi semakin belajar dan percaya bahwa nggak ada tempat yang lebih baik untuk ‘menumpahkan’ segala emosi dan pikiran selain sajadah. 


Lebih baik menengadah tangan. Diam duduk berlama-lama dengan-Nya. 

Jika bisa menangis, mungkin itu lebih baik.


Pun tidak, diam pun cukup.


Adakah orang yang benar-benar bisa mengerti perasaan kita? Adakah orang yang mampu memahami atas semua keluh kesah kita? Gak ada. 


Satu-satunya Dzat yang bisa understanding cuma Allah.


Yang bahkan jauh lebih understanding daripada diri kita sendiri.


Ditengah badai kalut, Dia-lah yang paling memahami tanpa menghakimi. 


Ya Allah ….

Tiba-Tiba 28

Thursday, April 25, 2024

 Baru kali ini, di usia 28 aku merasa beneran tua. HAHA *tertawa kejam


Yang kerja, karirnya terlihat mulai pada bersinar, udah pada bisa beli ini itu sendiri,


Yang udah nikah, sudah mulai beranak pinak berbuntut banyak, 


Yang lagi lanjut sekolah udah pada jadi master


Jujur seneng banget ngelihat pencapaian teman-teman semuanya


Cuma hari ini rasanya agak terbengong-bengong ajah. Padahal ulang tahun juga udah bulan lalu


"Astaga 28" 


Cepat sekali waktu berlalu . . .


Aku sudah bukan anak-anak lagi, makin lama makin tidak cocok dipanggil 'kakak' atau 'mbak' lagi :")


Ya Allah


Rasanya mereka yang hamil anak kedua baru kemarin jadi temen sekolah


Rasanya mereka yang lulus master baru kenal di sekolah


Rasanya yang women career atau bapack-bapack pekerja juga baru kemarin main bareng di sekolah


ternyata sekolah itu sudah 10 tahun lalu. Itupun lulus SMA. 


Ah bahkan kuliah pun kita udah angkatan lama :')


Berasa hidupku agak mengejutkan hari ini.


Tiba Tiba 28.


Tiba-tiba banyak kejutan hidup yang bikin ternganga


Walau saat menjalani nya biasa aja, tapi setelah di ingat-ingat jengkal memori yang telah dilewati, ternyata -agak- bikin "Wah Gila Ya"


HAHA


Ih ada yang ngrasa samaan nggak sih? Atau biasa aja ya?

Tentang Memosting

Thursday, April 18, 2024

2014…

Saat aku gagal masuk universitas impianku, dunia hari itu seakan runtuh. Malu luar biasa. 
Aku merasa Allah sama sekali tidak melihat berjengkal atau bahkan bergunung-gunung usaha yang ku lakukan.
Aku les hampir setiap hari sampai malam, menggunakan waktu libur buat belajar dan les, berdoa, bahkan mencari sumber kekuatan dengan ragam motivasi di internet. Saat aku memilih universitas, aku bukan cuma modal ‘kepengen’ atau ‘ngasal’. Sejak usia remaja, aku sudah biasa riset. Mencari informasi di internet se detail mungkin. Sehingga apa yang ku pilih, tentu sudah melalui pertimbangan yang panjang juga ikhtiar yang yang bukan sembarangan. 

Saat gagal? 
Aduhai Allah, bahkan sudah 10 tahun berlalu kadang hati ini masih terbesit ngilu “gila ya” pekikku dalam hati. 

Aku mengurung diri, meratapi kesedihan yang begitu menyakitkan. Setahun aku mengurangi intensitas bertemu banyak orang. Lebih baik meminggir, menyembuhkan luka kegagalan perlahan.

Saat itu, setiap membuka twitter aku sedih bangetttttttttt. Bukan tidak senang melihat orang lain berbahagia, bukan iri atau dengki dengan pencapaian orang, sungguh bukan. Tapi perasaan ini sakit ini datang begitu saja. 

Sejak saat itu, aku berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak terlalu buru-buru membagikan kebahagiaan atau pencapaian apapun yang kelak aku dapatkan di kemudian hari. 

Bukan apa-apa, hanya saja kegagalan ini cukup memberiku pelajaran untuk lebih menghargai perasaan orang-orang yang kecewa. 

2015…

Aku mencoba kembali peruntungan ikut test masuk perguruan tinggi negeri. Kali ini, aku turunkan sedikit standar universitas yang kupilih. 

Singkat cerita, aku diterima. Ada beberapa teman yang bertanya dan pada akhirnya kepindahan ku di universitas lain diketahui oleh satu per satu temanku. 

Tapi seingatku, aku tidak gembar gembor dan posting macam-macam di sosial mediaku (seingatku ya). Bahkan temanku SMA baru tahu aku pindah kampus, saat aku duduk di semester 5.

***

Apakah memosting kebahagiaan sesuatu yang salah? Apkah tidak boleh kita sekadar berekspresi? Menunjukkan rasa syukur? Tentu boleh. Bukan tugasku menjadi judges yang bisa mengatur mana yang lebih baik/bukan

Hanya saja, sedikit menahan untuk menghormati perasaan orang lain ternyata melegakan juga. 

Akupun tidak pernah merasa masalah ketika ada teman-teman yang posting potongan-potongan kebahagiaan mereka seperti master graduation, lamaran, nikahan, lahiran, jalan-jalan ke luar negeri, nunjukin harta yang dia punya, atau bahkan foto keluarga lengkap disaat w udah ngga punya bapak, buat aku semuanya sah-sah saja. 

***

Pengalaman seseorang selalu menjadi refleksi kehidupan dan keputusannya di masa sekarang.

Tapi sebenernya jadi orang misterius dan sedikit tertutu  tu lumayan menyenangkan ya. Hehe

Tapi tidak soal konsep berpikir. Menurutku konsep berpikir tidak seharusnya dipendam. Pemikiran harus dikeluarkan, diadu, agar ummat tidak terus-terusan tertidur. 
Lah kok malah jadi sampe ummat sih (?) Hehe.

Perempuan Sendiri

Wednesday, April 17, 2024

Hari ini banyak perempuan yang direndahkan martabat nya karena belum menikah. Jarang sekali ada orang yang mau 'sekadar melihat sisi lain' dari mereka yang bersusah payah menjaga marwah dan kesuciannya dintengah kesendiriannya.

Padahal mereka kokoh mempertahankan prinsip ketaatan ditengah gempuran tawaran kemaksiatan.

Duka Panjang

Saturday, April 6, 2024

 


Kalau jurang rasa dari 'kepergiaan' hanyalah rasa sedih. Maka sungguh bebannya mungkin tak seberat ini.


Seorang alim pernah berkata, seorang anak perempuan yang belum menikah, masih ditanggung beban (dosanya) oleh sang ayah.


Orang alim lain pernah berkata,

Seharusnya ketika orang tua telah tiada menjadikan kita semakin taat. Semakin saleh ...


Duhai Allah, maka sungguh berat sekali tanggungan beliau...


-


Maka cukuplah alasan tersebut menjadi deretan kisah panjang pergumulan rasa sedih, bersalah, takut, juga tangis yang tak berkesudahan...


Duhai Allah, luaskan pengampunanmu

Ridhakan diri-Mu terhadapku 


Ramadan, 2024.

Jangan Jadi Perempuan Berprinsip, Repot!

Wednesday, March 27, 2024

Gue sedih ketika keperempuanan gue selalu dibentur-benturkan dengan banyak hal.

Misalnya, ketika gue belum menikah ada saja orang yang 'rebek' luar biasa seakan dunia dia hancur karena gue belum menikah. 
Lah, padahal gue sering menegaskan gue belum pengen nikah. Dan gue baik-baik saja.

Gue BUKAN GAK pengen nikah. Tapi BELUM. Dan di masa menanti ini, gue juga bukan nganggur, gabut dan main-main. Gue belajar, bekerja, dan sesekali upgrade diri. Entah ikut kelas, pengajian, dengerin kajian, atau bikin acara bareng temen-temen gue di kantin. Dan gue menggeluti itu dengan serius. 

Gue ini Insya Allah nggak tolol-tolol amat kok. 
Gue Insya Allah tahu kapasitas diri gue untuk menjemput jodoh terbaik gue dengan cara yang hormat. Bukan ditenteng-tenteng sembarangan, diobral seperti nggak punya harga diri. NGGAK! 

Gue memiliki prinsip ini pun bukan karena gue keras kepala tapi gue BELAJAR dan dengerin nasihat ustaz. 
Rezeki itu sudah ditentukan, tapi PROSES menjemputnya itu yang akan jadi nilai PAHALA atau DOSA.
CONTOH: Orang kerja/enggak, rezeki nya pasti akan sama. Udah ada takarannya. TAPI kalau dia bekerja dengan jalan halal itu akan dapat pahala. Kalau dia kerja dengan cara haram dia akan dapat dosa. 
Sama hal nya dengan jodoh 
Jodoh itu udah ditentuin. Tapi proses menjemputnya ini yang akan DIHISAB. 

Lah kalo gue nggak mau makek cara yang gak diridhai Tuhan gue, ya gue gak salah dong. 

Gue ngga gila hormat, tapi gue sangat benci direndahkan. Apalagi gue adalah Muslimah 
Sepanjang pengetahuan gue, di dalam agama yang gue anut (gue sih Islam kalo lo Islam KTP gue gatau) agama gue ngajarin untuk bersikap BAIK, SANTUN DAN LEMBUT pada perempuan.
Nggak ada ceritanya tuh orang Islam merendahkan perempuan. 

Intinya,

Gue tahu mana orang yang bisa gue andalkan dan gue percaya untuk gue tanya perihal jodoh bahkan gue minta mencarikan jodoh untuk gue.

Gue pun nggak pernah tutup mata untuk terus refleksi, belajar, membenahi diri, menyiapkan diri dan berpikir sejauh mana gue siap menikah.

***

Seringkali gue dihadapkan dengan orang yang maha benar. Merasa bahwa jadi perempuan jangan terlalu kerja keras. Jangan terlalu karir banget 

Sayangnya, gue tidak terlahir dari rahim Nagita Slavina dan Raffi Ahmad. 
Gue nyari tambahan duit jajan sejak gue SMP dengan menulis di koran. 

Gue terbiasa kerja keras sejak gue remaja. Walau bukan pekerjaan yang berat seperti dagang kue keliling atau kerjaan buruh, tapi gue gapernah dibiasain sama ortu gue 'ngatung'. 
Bahkan sejak gue SD gue berusaha nambah duit jajan dan tabungan gue dari hasil lomba - lomba yang gue ikutin.

Gue harus kerja keras karena kalo gue males, lu mau nafkahin gue? 

***

Ada pula orang yang meremehkan impian gue buat sekolah lagi. Katanya umur gue ketuaan buat sekolah lagi. Buat apa? 

Ya buat diri gue lah.

1. Gue nggak mau jadi orang yang pemikirannya tumpul. 
2. Gue pengen punya kontribusi buat Islam walopun bentuk nya kecil.

***

Gue tahu prinsip gue ini sering dicap nggak lumrah. Dianggap ndakik-ndakik bagi sebagian orang, tapi gue nggak peduli. Karena apa yang gue pegang bukan sesuatu yang merugikan orang lain dan zalim pada orang lain.

Gue belum menikah karena gue belum berhasil menemukan jodoh gue, toh gue selama ini gapernah nutup diri. Simply karena emang belum ada yang dateng 

Gue bekerja karena gue kalo gak bekerja gue musti ngapain? Goler-goler dikasur? 
Gue bekerja untuk diri terus upgrade skill gue, gue berharap dengan dihantam beragam resiko dan masalah pekerjaan, gue bisa jadi 'berlian' suatu hari nanti

Gue pengen sekolah lagi karena gue masih merasa butuh untuk upgrade ilmu. Simply masih ada hal-hal yang pengen gue tahu dan gue mau mempelajarinya. 

-

Gue tegas pada prinsip gue karena prinsip ini yang bisa mengantarkan gue di titik ini.
Prinsip yang gue rasa bisa membuat gue bisa berani melawan stigma yang menyebalkan. 
Membuat gue cukup kokoh tidak terbawa arus maksiat (Aamin Insyaa Allah) 

Mungkin dampaknya gak seberapa, tapi mudah-mudahan kalau ada kebaikan di dalamnya Allah SWT hitung sebagai pahala.
 
Gue nggak sempurna, bisa jadi gue salah atau pikiran gue berubah seiring gue nambah pengetahuan dalam proses belajar.

Tapi 1 yang pasti, gue gak mau jadi orang yang terpontang-panting dalam mengarungi ombak kehidupan. Gue pengen jadi orang yang ajeg dalam hal-hal baik.

Kalopun belum sempurna, merendahkan orang lain jelas bukan pilihan gue. 

Menertawakan Cita-cita Masa Puber


Hari ini aku iseng googling namaku. Kemudian 'diingatkan' oleh beberapa fakta masa lalu yang ternyata masih nyisa di google :') HAHA.

 

Sejak kecil sampai SMA, aku punya cita-cita jadi dokter. Kalau diinget-inget sekarang sih ngakak ya. Tapi dulu, disaat aku benar-benar 'menghidupi' mimpi tersebut, keinginan itu sangat tulus. Aku benar-benar mengharapkannya. Bahkan mungkin keinginan tersebut adalah salah satu 'ambisi' ku yang paling tulus. Sekaligus salah satu kegagalan yang paling menyakitkan (saat aku masuk IPS yang itu artinya aku gak bisa jadi dokter).

Saat itu aku merasa begitu direndahkan oleh banyak orang. Dianggap "halu" bahkan dari kalangan guru sekalipun. Sebenarnya cukup lama aku bangkit menyembuhkan luka, terlebih aku juga mengalami kegagalan parahb setelahnya, nggak bisa masuk univeritas impian.

***

Dahulu ketika aku masih bercita-cita jadi dokter, aku nulis di blog dan mengikuti salah satu blogger mahasiswa FK yang sangat terkenal dikalangan blogger. Ini linknya. Yaampun, dulu setiap blog ini posting tulisan, nggak ada satupun yang kulewatkan buat dibaca. Aku pun ingat sebelum nama jasputih kalau nggak salah mereka menggunakan nama blog lain, cadaver kalo gak salah. 

Salah satu bukti betapa aku sangat menginginkan jadi dokter adalah screenshoot di atas. Aku bahkan sama sekali nggak inget pernah komen di postingan tersebut. Yaa kalau sekarang mah bisa ngakak konyol yah. Tapi kalau dulu, mungkin itu adalah pertanyaan polos yang diajukan anak 16 tahun yang merasa "patah" dengan cita-citanya yang tidak akan pernah terwujud.

Aku nulis blog tu udah lama banget, sejak SMP. Kegalauan semua hal aku tulis disini. Termasuk kegagalanku waktu gak bisa masuk kedokteran. HAHA. Sayang, dulu aku hapus-hapusin karena ngerasa malu tulisanku jelek. Agak nyesel sih, padahal ya nggak papa juga malu-maluin, toh semuanya berproses. 

 ***

Ah, waktu cepat sekali berlalu. Aku ingat dulu ada seorang kakak tingkat yang hatinya sangat BAIK. Ia menyemangatiku, memberikan aku kata-kata motivasi untuk nggak menyerah-yang padahal jelas-jelas sudah jalan buntu-saat itu. 

Sekarang semuanya berjalan dengan lebih baik, lebih mudah dan tentu saja menyenangkan. Berkuliah di jurusan komunikasi membuatku bersyukur tiada henti. Bertemu dengan teman-teman yang beragam, mendapat wawasan dan sudut pandang baru yang luar biasa. Akupun tak pernah membayangkan bagaimana jika aku kuliah kedokteran, aku pasti tidak akan sanggup atau bahkan menyerah di tengah jalan. Allah memang perencana terbaik. Kegagalan, kepahitan yang ku harus ku telan di masa muda, membuat aku jadi pribadi hari ini yang lebih meghargai perjuangan.

Tidak ada yang berubah dariku. Masih ambisius, masih keras kepala. HAHA

Namun satu hal yang pasti. Dalam proses "mencerna" tangga kegagalan semuanya TIDAK MUDAH. Ada nangis, ada sedih, kecewa, marah, menghardik, mogok, dll. 

Karena itulah jika hari ini aku dan kamu bertemu dengan orang yang terpuruk, harap cita nya sedang kusut, cukupilah dengan kata-kata yang baik. Support mereka dengan DOA. Nggak perlu meremehkan, menghardik, apalagi menyuruh-nyuruh untuk "melupakan."

Esok lusa, kedewasaan, pengalaman, ilmu, lingkungan dan waktu pasti akan membuat seseorang 'bertumbuh'. Entah melupakan, bangkit, menerima, atau belajar sesuatu dari kegagalannya. 

Aku pun hari ini bisa tertawa, bahkan mensyukurinya, juga melalui proses pendewasaan yang cukup lama dan berliku. 

Hargailah setiap proses manusia 'bertumbuh' terhadap takdir Tuhan-Nya.

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS