REFLEKSI #2020

Thursday, December 31, 2020

 2020...

Begitu banyak yang terjadi, hingga kata yang disusun pun terasa kelu untuk dibagi

Cerita tentang cinta, cita, dan rencana yang pupus nyaris tak bersisa

Harapan yang kini menjadi angan

Masa depan yang terasa begitu suram

Hingga segala doa yang dipanjat rasanya begitu jauuhh dengan kenyataan 


Sungguh berat untuk mengatakan tidak pada perasaan lelah yang begitu dalam


Mereka yang terpaksa menunda lamaran dan pernikahan

Mereka yang kehilangan pekerjaan dan sulit memenuhi kebutuhan

Mereka yang terpaksa lulus menjadi 'angkatan corona' dan begitu terjal berjalan meraih impian

Mereka yang bertarung nyawa untuk menyelamatkan sesama

Dan mungkin,

Aku dan kamu yang masih terombang ambing pada segala kerumitan hidup yang terjadi


Ah, 2020 memang menjadi momentum berjuang untuk kita semua . . 


Meski badai keterputusasaan begitu dalam menghujam,

Semoga masih ada asa untuk bertahan

Tak Melulu Dibagi, Kadar Bahagia Tak Akan Berkurang

Monday, December 28, 2020

Mungkin ini aneh, tapi terkadang momentum membahagiakan yang sedang kita rasakan, tidak perlu terlalu masif untuk kita bagi (Meskipun benar adanya bahwa apa yang kita unggah dalam dunia maya 100% adalah hak kita) 😊


Terkadang, kita perlu melihat sisi lain, bahwa kebahagiaan yang kita bagi, bisa menjadi pedang yang sangat menyakitkan bagi orang lain.


Itulah kenapa salah satu alasan saat sidang dan wisuda, aku cenderung memilih untuk menyembunyikan dan tidak memposting apapun di social media.


Sederhana saja alasannya, menjaga mereka yang mungkin hati dan raganya sedang tertatih dalam berjuang di medan yang sama.


Mengapa memilih 'menjaga' ?

Personal reason.

Berangkat dari 2014 silam, salah satu titik balik kehidupan dimana di usia 18 tahun ditempa kegagalan yang begitu menghujam.

rasanya seperti jatuh dari pohon yang tinggi ditambah ketimpa buah durian.

Sudahlah gagal meraih impian, masih harus menyaksikan begitu riuh kesenangan orang lain atas keberhasilan mereka di berbagai media platform.


Tidak, perasaan itu bukan iri, lebih kepada proses panjang untuk menerima kekurangan diri.

melihat orang lain berhasil, membuat kita cenderung 'menyalahkan diri sendiri'

Membuat kita menjadi sering bertanya 'kenapa orang lain bisa aku tidak bisa?'

Membuat kita terus bertanya 'mengapa harus aku?' 


Dan tanpa sadar, itu melukai diri kita sendiri.


Karena tahu pahitnya terpuruk dalam kebahagiaan orang lain, aku berjanji untuk lebih berhati-hati saat berbahagia.


Dan ternyata . . 

bahagia dalam diam tidak akan pernah mengurangi sedikitpun perasaan bahagia itu sendiri. Justru, rasanya jauh lebih membahagiakan. Karena perasaan tersebut hanya kita bagi dengan sang pemiliki hati, Alloh SWT dengan banyak bersyukur.


Spread love untuk siapapun yang sedang berjuang di jalan apapun ❤️

selagi itu baik, go! 😉

Rumitnya Menjadi Perempuan

Wednesday, December 9, 2020

 Menjadi perempuan itu rumit.

Berdandan sederhana dibilang kusut gak perhatian dengan penampilan

Berias tebal sedikit, ada aja komentarnya

'ih gonjreng banget, gaenak diliat'

'ih warna lipstiknya serem banget kayak nenek lampir'


Menjadi perempuan itu rumit.

Pakai parfume dikatain 'ih wangi banget sih'

Tapi kalo gak wangi, digunjingin 'jadi cewek kok bau'


Menjadi perempuan itu rumit.

Terlalu pintar salah, gapintar-pintar amat juga salah


Menjadi perempuan itu rumit.

Terlalu lembut dibilang 'lemah', tapi kalau berprinsip dan independen dibilang 'terlalu mendominasi'


Menjadi perempuan itu rumit.

Nggak punya pasangan dibilang gak laku, terlalu pilih-pilih, terlalu mikirin karir dan sekolah ketinggian


Menjadi perempuan itu rumit

Punya pasangan cepet dibilang ngebet banget


Menjadi perempuan itu sangat rumit.

Ke kanan atau ke kiri selalu saja dikomentari.


***


Sudut pandang yang sempit, minim empati,dan ketidakterbukaan pada sudut pandang orang lain membuat kita gelap mata, bahwa hidup ini seperti potongan cerita yang kita tuliskan dengan cara dan keputusan yang berbeda-beda.


Mari mengurangi berbicara tentang kerumitan perempuan.

Ingin menjadi perempuan seperti apa dan bagaimana bukan urusan kita untuk menjadi juri dan hakim untuknya


Mari tetap saling menghormati, tidak sembarangan dan serampangan dalam berbicara atau bercanda.


Kalaupun ingin menasihati dan memberi saran bila tidak sesuai dengan (misalnya norma-norma/nilai Agama) upayakan untuk diimbangi dengan cara dan sikap yang bijaksana.


Kita semua sama. Sama sama perempuan, sama-sama manusia

Startup #Drama #Episode6

Monday, November 2, 2020

Salah satu scene dan quote paling nampol di drama #Startup episode 6 kali ini :')

Meskipun di scene terakhir percakapan mereka berdua, sedikit menyisakan rasa penasaran,

'Seo Dalmi, kau mau menjadi apa? orang baik atau CEO? Jangan serakah, tak bisa keduanya. Pilih salah satu, hanya satu.'

Sungguh menimbulkan pertanyaan untuk diriku, apakah seorang (CEO) tidak akan pernah bisa menjadi seorang pemimpin yang 'baik' hanya karena dia adalah seorang penentu dalam pengambilan keputusan?

Di sisi lain, seorang pemimpin memang harus tegas, punya pendirian, dan 'berani' mengambil keputusan termasuk resiko untuk di kritik, dicaci bahkan mungkin dibenci.

Antara baik dan berani,

Mungkin nggak sih sebenernya 2 hal ini berjalan bersamaan? :')

Whats your opinion guys? :')

Belajar Menghargai Pekerjaan Orang Lain

Monday, October 26, 2020

Hargailah pekerjaan orang lain, meskipun mata kita memandang pekerjaan tersebut (terlihat) sangat 'mudah' dilakukan.


'enak ya kerjaan nya cuma gitu doang'

'ih kerjaan nya cuma gitu aja? Gitu doang aku juga mau'

'kerjaannya gitu doang? enak ya, gak kayak aku yang ...'


Kadang kita secara tidak sadar menyudutkan pekerjaan orang lain, membuat orang merasa kecil dan terluka atas secuil perjuangan yang dilaluinya

Padahal, pekerjaan apapun itu pasti butuh usaha, butuh energi,  butuh waktu, butuh pengorbanan, and WE NEVER KNOW HOW HARD PEOPLE THROUGH IT ALL :')

Bahkan untuk mendapatkan sebuah kata 'bekerja' itu sendiri, kadang seseorang harus melalui berbagai macam rintangan.


Mari saling menghargai dan mendukung pekerjaan orang lain, pekerjaan teman dan orang terdekat kita, syukur bisa saling menguatkan dan mendoakan. Hindari sikut menyikut, merundung, menyakiti dan meremehkan 😊

Semoga Alloh SWT senantiasa meluaskan hati dan pikiran kita agar selalu berbuat baik serta bekerja penuh dengan Keridhoan-Nya 😊🙏


Btw, tulisan ini berangkat dari sebuah pelajaran yang kualami sendiri. Saat aku pernah 'membatin' pekerjaan temanku,

'kerjaan nya kayak gampang bangettt' 'kerjaannya gitu doang?' 'masak ngerjain gitu aja lama si?'

Tahu apa yang terjadi? 

Saat aku mendapatkan tugas untuk mengerjakan pekerjaan yang SAMA (persis) dengan temanku, aku mengalami kebingungan, berkali-kali melakukan kesalahan, dan mungkin aku belum bisa menyelesaikan pekerjaan ku lebih cepat dari temanku :')


See?


Maka benar lah kata seorang bijak, kita tidak akan pernah tahu rasanya menjadi seseorang sampai kita benar-benar menjadi seorang tersebut.


Maka, empati dan menghormati adalah kunci 😉

Hospital Playlist dan Persahabatan

Sunday, September 20, 2020

Dalam drama Hospital Playlist kita belajar, bahwa menjalin persahabatan yang indah justru bisa dilakukan dengan cara-cara yang sangat sangat sederhana.


Tidak harus ada disetiap waktu, namun selalu menyempatkan waktu untuk bercerita, bertanya, mendukung, menguatkan, dan mendengarkan segala kisah, rasa, perjalanan, dan momentum penting dalam kehidupan.

Investasi "Leher ke Atas"

Sunday, July 12, 2020

Dulu, aku termasuk orang yang rada-rada sering bilang,"duh seminar nya kok mahal banget" "duh pelatihan kayak gitu doang kok mesti harga nya mihil-mihil yaaa"
sampai akhirnya aku tersadar, bahwa yang namanya investasi "leher ke atas"itu memang nggak murah dan nggak mudah, karena memang nggak semua orang MAU berinvestasi disana, apalagi anak muda.

Kalau dipikir-pikir yaa, kita tuh cenderung lebih suka menghabiskan uang yang kita punya untuk sesuatu hal yang konsumtif dan rekreatif nggak sih ?
Kayak misalnya jajan, nongkrong, beli boba mahal terus di story *eh >< wkwk
Nggak sepenuhnya salah sih, kalau hal-hal tersebut untuk reward diri, healing, me time yang sifatnya nggak 'jor-joran'
Yang jadi masalah adalah, kita cenderung rela menghabiskan uang kita untuk hal-hal konsumtif yang fungsi nya jangka pendek, daripada menggunakannya untuk mengasah kemampuan diri, yang memang 'manfaatnya untuk jangka panjang' 
Mudahnya, kalau jajan dan nongkrong, nikmatnya langsung terasa, kalau belajar dan sekolah ? Pasti butuh waktu yang tidak sebentar untuk betul-betul 'mengunduh manfaatnya' alias nggak bisa langsung dinikmatin

Ada satu perkataan Kurniawan Gunadi yang cukup menampar diri ku tentang hal ini.
"Kenapa sih kalian harus pelit sama diri sendiri? Coba lihat orang tua kalian! Mereka itu berinvestasi besar lo kepada kalian"

Dor! Iya ya!
Kebayang dong berapa duit yang udah orang tua kita habisin buat nyekolahin kita dari bocil ampe segedhe ini? Itu duit kalau dikumpulin mungkin bisa buat orang tua kita foya-foya sepanjang hari. hehe, ya tapi orang tua kita nggak memilih melakukan itu kan ?

Terus dari situlah aku semakin tersadar bahwa prioritas untuk upgrade diri, belajar belajar dan belajar itu penting banget!
pelan-pelan aku berusaha untuk mengubah mindset "seminar mahal""pelatihan gitu doang kok mahal" menjadi "Oh kalau mau punya kemampuan itu ya memang aku harus mau investasi disana. Harus mau keluar duit disana"
Jangan sampai kita menganggap duit 50rb lebih pas buat beli boba enak daripada investasi untuk kemampuan diri.

Tapi ya balik lagi, setiap orang punya pilihan masing-masing. hhehe
its up to you~
Akupun masih belajar banget menerapkan mindset ini kedalam diriku.wkwkw
Dan entah kenapa belajar buat memiliki mindset ini tuh lumayan ampuh untuk mengurangi pemborosan terhadap pos pos konsumtif :')

Kalau kata orang,
Duit bisa habis, tapi ilmu nggak akan pernah habis. 

Yuk, kita yang masih muda ini pelan-pelan membangun mindset yang lebih luasssss, 
ini baru soal investasi ilmu ya, belum investasi finansial. lebih rumit lagi guyyyss
Semangaattt!!! :))

Ghibah itu Bukan Pilihan!

Sunday, June 14, 2020

Saya paham, sebagai manusia kadang kita merasa kesal, gregetan dengan kinerja atau sikap seseorang yang nggak beres, kebangetan, atau melukai hati kita. Wajar jika tidak suka.
Tapi bangga dengan berghibah itu bukan pilihan!
Saya paham, berghibah itu 'enak' tapi jangan jadi kebiasaan. Esok lusa, kalau kita nyebelin, kita juga pasti di ghibahin!
Berghibah itu hanya membuat kita menambah musuh, membuat kita menambah jarak dengan orang, mempersempit pandangan kita hanya pada kekurangan orang lain, dan itu nggak baik.
Bukankah kita ini juga nggak sempurna ? ☺
Gapapa kesel, gapapa anyel dengan 'sikap/kinerja' seseorang, tapi usahain bangettt direm ghibahin orang lain.

Tulisan ini mungkin sedikit naif, tapi percayalah, nanti kalo kita sudah semakin sadar akan banyak hal, ghibahin orang itu capek karena ternyata diri kita ini juga buanyak kurangnya :')
Kalo superduper kesel sama rekan kerja atau temen, manusiawi berkeluhkesah/curhat sama orang lain, yang penting jangan sampe kelewatan pada S&K yang berlaku (jadi ghibah) hehe curhat sama ghibah mah b.e.d.a ya meski pada praktiknya bisa jadi mirip :(
Jadi, beda-mirip-atau sama nih? 😂

Empati Manusia, ditengah Pandemi

Wednesday, May 27, 2020

Terlepas dari banyaknya pemberitaan, opini, sudut pandang terkait pandemi ini, ternyata ada hal yang jauh lebih bermakna untuk kita renungi. Paling tidak, untuk diriku sendiri.

yaitu, kepedulian kita terhadap sesama, kepekaan kita terhadap society, dan empati kita pada orang lain.

Dua hari ini aku dibuat emosi dengan sebuah kegiatan "administrasi" yang membuat ku Istighfar berkali-kali. Literally Istighfar, sangking nggak habis pikir, kokya masih ada orang-orang yang menyulitkan urusan orang lain ditengah pandemi seperti ini.
Tapi di hari ini pula, aku juga bertemu dengan seorang ibu-ibu yang dengan rendah hati mau membantuku. (semoga ibu ini Alloh jadikan anak-anaknya sukses, dan kelak suatu hari jika ibu ini mendapat kesulitan/musibah, Alloh mudahkan)

"Sebentar ya mba, saya selesaikan ini dulu nanti saya coba WA kan xxxx"
"Mba saya ambil kacamata keatas dulu ya, eh ndausah deh ini kayaknya xxxx cepat balasnya" 
"Saya telfon xxxx nggak diangkat mba"
"Eh ini sudah dibalas mba...."
Ibu ini menyerahkan hp nya untuk menunjukkan balasan "xxx" (Daaan, balasan xxx ini sungguh membuatku tercengang, yang membuatku bikin Istighfar lagi) wkwk

Nggak membuahkan hasil memang, tapi kebaikan ibu ini membuatku belajar, orang baik akan selalu baik ditengah kondisi, situasi, dan keadaan apapun. Dan orang yang di dalam hatinya punya kesenangan untuk membantu, dia akan tetap berusaha membantu, meskipun itu kecil dan sedikit. 

Dan ini semua membuat ku merenung disepanjang perjalanan.

Aku jadi teringat saat aku dan beberapa teman kajian memutuskan untuk menggalang donasi untuk kebutuhan APD diawal pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia.
Kita yang ibaratnya cuma 'panitia' dibuat terkejut oleh para 'donatur' yang Masyaa Alloh Masyaa Alloh Masyaa Alloh baik-baik banget sampe aku bener-bener terharu.

Ada seorang teman yang chat aku,
"Lui aku cuma bisa bantu segini tapi semoga bermanfaat ya"
"Lui aku boleh nggak ikut bantu share posternya?"
Ada juga beberapa teman kami yang donasi dengan jumlah yang tidak sedikit, bahkan ada seorang stranger entah dia siapa yang turut berdonasi lewat kami,

Nggak disangka-sangka memang,
ditengah keriuhan orang berbicara tentang Covid-19, ada orang yang dalam kesunyiannya justru fokus berpartisipasi untuk membantu.

Waktu kami membuka donasi untuk membantu fakir miskin terdampak Covid-19 pun lagi-lagi kita dibikin "Masyaa Alloh" oleh para donatur.

Jumlah yang kami kumpulkan mungkin memang tidak banyak, tapi Insyaa Alloh, kebaikan para donatur akan selalu aku ingat disepanjang hidupku, akan menjadi sebuah pembelajaran hidup untukku tentang "apa arti sedekah", "apa arti membantu sesama", dan kelak semoga kita bisa saling bersaksi di hadapan Alloh SWT, bahwa masih ada orang-orang dengan segala kelebihan dan kekurangannya sebagai seorang manusia, masih ada secuil kebaikan yang bisa ia bagi untuk sesama.
mudah-mudahan segala apa yang dikerjakan temen-temen panitia dan kebaikan para donatur Alloh Ridhoi, Alloh jadikan sebuah kebaikan berlipat. Aamiin

Perenungan ini akhirnya membuatku sedikit 'lunak' untuk tidak mendoakan yang buruk-buruk atas kezaliman segelintir orang yang bikin Istighfar tadi.
Hehe

Dan akhirnya, aku berkesimpulan,
Terlepas dari sudut pandang, opini, cerita, pemberitaan terkait pandemi ini, mungkin ini saatnya kita refleksi diri tentang 'status' kita sebagai seorang manusia.

Selama pandemi ini, kita menjadi manusia yang seperti apa sih? Apa saja yang sudah kita lakukan ?

Kita selama ini sibuk berteori,
Sampai-sampai lupa, sudah sejauh mana hati kita tergerak untuk peduli terhadap sesama? Untuk peka terhadap kesulitan-kesulitan orang lain? Untuk sedikit saja berempati terhadap orang-orang yang betul-betul berjuang ditengah pandemi ini.

Ingat, membantu tidak melulu tentang uang, 
Ada banyak kebaikan yang bisa kita lakukan sebagai manusia, bukan?
Tidak perlu bertanya apa, karena aku dan kamu tentunya sudah lebih dari cukup untuk tahu, apaitu "berbuata baik"

Belajar dari sepotong kisah yang aku ceritakan diatas,
Sama-sama ditengah kondisi pandemi, ada si "xxx" yang memilih untuk tidak memudahkan urusanku, malah bales dengan jawaban yang nggak enak. Tapi disaat yang sama pula ada ibu-ibu yang memilih untuk tetap membantuku, meskipun hanya sekadar menjadi penjembatan pertanyaanku.

begitupun dengan kita.

Sama-sama ditengah pandemi, ada yang sibuk jalan-jalan ke mall, nongkrong, liburan (padahal belum dianjurkan) namun juga ada yang sekuat tenaga nahan bosen dan stress nggak jalan-jalan demi memutus tali penyebaran covid-19

Sama-sama ditengah pandemi, ada yang sibuk nyampah di media sosial tentang ABC, tapi disaat yang sama pula, ada orang-orang yang memutuskan untuk menjadi relawan, membantu galang donasi, sedekah harta, dan lain lain.

Sama-sama ditengah pandemi, ada yang sibuk share berita hoaxs, comot-comot berita tidak jelas dan di share kemana-mana, namun disaat yang sama pula ada orang-orang yang sekuat tenaga mencoba mengulas satu topik dengan narasi ilmiah , kritis dan berdasar

Sama-sama ditengah pandemi, ada yang sibuk bikin konten sampah dan pansos, namun disaat yang sama pula, ada orang-orang yang mikir keras gimana bikin konten-konten mendidik.

dan masih banyak lainnya,

Yang mana yang kita pilih?

Pada akhirnya,
Pandemi hari ini, akan menjadi cerita di kemudian hari.
Lantas,
Sejarah apa yang ingin kita tulis di masa depan nanti ? :)

Baikkah ? Atau justru sebaliknya? :')

KATA ORANG, YAUDAH SIH SABAR AJA! BERSYUKUR! NIKMATIN HIDUP!

Friday, May 15, 2020

Hingga hari ini, aku orang yang sangat kontra terhadap orang-orang yang hobi banget pakek kata-kata 'yauda sabar aja' 'yaudah bersyukur aja' 'yaudah nikmatin aja' disaat orang lain bener-bener lagi kesusahan. Lagi stress. Lagi capek. Lagi dapet masalah. Lagi dapet musibah.

Kenapa sih harus buru-buru menyuruh mereka untuk kuat ? Padahal kita paham betul bahwa sebagai manusia, kita pasti punya perasaan 'lemah'.

Nasihat tentang sabar, tentang ikhlas, tentang bersyukur itu  bagus. Bagus banget malah.
Tapi belajar EMPATI lagi yuk 😊
Belajar menjadi manusia yang lebih peka terhadap psikis orang lain
Belajar menjadi manusia yang mudah memberikan rukhsoh (keringanan) pada orang lain
Belajar memahami peran manusia yang seharusnya mudah berempati.
Jangan buru-buru meminta mereka auto bakoh disaat mereka justru butuh untuk dikuatkan

Lelah, stress, putus asa, minder, kurang bersyukur, kurang sabar, susah ikhlas itu memang bagian hidup manusia kan ?

Ada disini yang selama hidup dari lahir sampe detik ini bahagia 100% ? Tenang 100% ? Cukup 100% ? Nggak pernah sedih ? Nggak pernah kecewa ? Nggak pernah capek ? Nggak pernah nangis ? Nggak pernah sambat ? Nggak pernah bertanya sama Alloh "why?"

Nggak ada.

Kenapa ? Karena kekurangan itulah kita disebut manusia.
Kesempurnaan rasa itu proses hidup.

Bukan nggak bisa nikmatin hidup,
Tapi untuk paham arti sabar,
Untuk paham pentingnya ikhlas dan memperbanyak syukur itu, bukankah memang dengan ujian ?

Menjadi manusia yang lebih baik, lebih kuat, lebih sabar, lebih segala-galanya adalah proses seumur hidup.

Melalui titik-titik ujian yang Alloh berikan, rasa ini dibentuk.
Ya memang butuh waktu.

Masalah orang lain bagi kita mungkin kecil, tapi sekali lagi, mental orang, kemampuan orang nggak semuanya sama.
Kalau nggak bisa sedikit saja memahami, panjatkan saja doa-doa. Agar yang dalam proses menjadi orang yang lebih baik, lebih bijak, lebih sabar, lebih kuat, lebih banyak bersyukur ia diberi kemudahan, kemampuan, kekuatan.

Berhenti meletakkan masalah orang lain itu sepele, tidak penting, remeh dikala ia betul-betul sedang terpuruk. Bayangkan kita adalah ia yang sedang terpuruk.

Perlakuan apa yang ingin kita dapatkan ? Kalimat apa yang ingin kita dengar ?
Lakukan!

Aku belajar, kamu belajar, kita semua belajar, untuk menjadi manusia yang lebih lebih lebih memahami 'manusia' itu sendiri 😊

Sarjana jadi Karyawan, Terus Kenapa ?

Monday, May 4, 2020

Entah apa yang membuat aku jadi rada ke-trigger tapi aku sedikit tidak nyaman (atau lebih tepatnya nggak setuju) dengan sebuah konsep berpikir entrepreneurship yang kadang suka 'membenturkan' konsep sarjana dengan karyawan seolah-olah 2 hal tersebut apabila bertemu maka itu adalah sesuatu yang buruk.

Sebenernya apa sih yang salah dengan keberadaan sarjana yang jadi karyawan ?
Nggak semua orang di dunia ini punya passion jadi pengusaha, nggak semua orang di dunia ini juga dikaruniai kemampuan dan kesempatan jadi pengusaha, dan atau memang ada juga orang yang memang cita-cita nya nggak jadi pengusaha.

Hidup ini terlalu sempit jika mengkotakkan sesuatu hanya dengan A dan B saja.

Dan terus terang, rada empet juga sama orang yang suka berfikir begini:
"Sarjana mau ngapain ? Paling jadi PNS. Paling jadi karyawan. Itu lo X, Y, Z, bos facebook juga nggak sarjana. Nggak sekolah tinggi juga bisa sukses"

Hehehe

Wait paman boboho! ☺

Situ usaha juga belon segedhe Mark Zuck2 (susah gaes nulisnya) tapi ampuunn ngomong nya gedhe banget ☺
Menganggap rendah orang lain, padahal apa yang disombongkan juga cuma sebiji anak nya anak nya anak nya anak anaknya bakteri dari yang Alloh miliki 😊

Coba mikir.

Sahabat Nabi 'sekolah' nya langsung lo dari Rasulullah, ilmunya udah dipastikan dari sumber TERBAIK. tapi apa semuanya jadi saudagar ? Apa semuanya kaya ? Apa semuanya jadi konglo kayak Abdurahman bin Auf/Utsman bin Affan ?
Nggak!
Bilal Bin Rabbah malah mantan budak. Abu Dzar Al-Ghiffari atau siapa ya itu aku lupa namanya bahkan disaat kematian nya sampe nggak punya kain yang cukup mengkafani jenazahnya.
Tapi hal tersebut nggak mengurangi sedikit pun kemuliaan mereka kan ?

Kenapa ? Karena ilmu dan 'sekolah' nggak melulu tentang harta dan popularitas 😊

Atau kita lihat deh sosok bu Muslimah. Guru SD nya Andrea Hirata.
Kerjanya juga jadi karyawan sekolah. Guru termasuk karyawan kan ? Wong Bu Muslimah bukan pemilik sekolah.

Tapi sukses nggak ? Sukses! Ketulusan beliau dalam mengajar bisa menghantarkan 'Ikal' menjadi salah satu penulis terbaik di Indonesia, yang karya-karya nya bahkan diakui dunia dan menginspirasi banyak orang :")

Brother and sister ...
Ada banyak sekali sendi-sendi kehidupan yang terkadang tidak melulu hitam dan putih
Sayangnya, kita kerapkali terjebak mengkotak-kotakkan segalanya.
Tentang sukses misalnya.

Duit penting sih, dikasi banyak juga mau dan nggak nolak ☺
Popularitas pun juga penting,
Bisa mendongkrak banyak pencapaian
tapi itu bukan satu-satunya ukuran kesuksesan kan ?

Gini lo, jadi apapun kita, yang penting tuh integritas.
Jujur, amanah, bekerja keras dan Lillahi taala.

Manusia itu punya sisi sosial. Simbiosis mutualisme. Semuanya saling butuh, saling memberi dan saling membantu.

Pengusaha butuh karyawan kan ? Karyawan butuh pengusaha
Guru butuh murid kan ?
Murid butuh guru
Pengrajin butuh konsumen kan ?
Konsumen butuh produk pengrajin

Nggak perlu merasa 'lebih baik' semuanya bisa jadi baik kalo bersama-sama

Pengusaha oke. Karyawan oke. Ibu rumah tangga oke. Petani oke. Buruh oke. Dokter oke. Semuanya oke.

Yang nggak oke cuma 1:  pandangan kita yang sempit 😊

Terakhir, perlu digaris bawahi, tulisan ini ditulis tidak mengharuskan anda untuk setuju. Karena lagi-lagi, ketidaksepakatan dalam satu topik, bisa jadi karena kita melihat topik tersebut dari 2 kacamata yang berbeda. Jadi enjoy kayak di pantai aja 😉 Xixix

The Bad Words From Woman

Saturday, April 11, 2020

Aku akan memulai tulisan ini dengan sedikit bercerita. Tapi sebelumnya aku tegaskan, cerita ini bukan untuk menyudutkan siapapun. Kalaupun ada pihak-pihak yang merasa tidak nyaman, tidak setuju, iam sorry for that. Tapi cerita ini menurutku perlu untuk aku tulis, dengan harapan bisa sedikit menjadi bahan renungan, khususnya untuk sesama perempuan.

Beberapa waktu lalu, aku sempat mereply story salah seorang teman lamaku. Yaa biasa lah ngobrol sedikit sambil basa-basi sampek membahas masalah jodoh. Mungkin aku salah kali ya menjadikan topik 'jodoh' sebagai bahan untuk basa-basi (ya karena akupikir orang segedhe aku paham dong ya mana konteks basa-basi mana konteks pembicaraan serius). Tapi aku tidak menyangka reaksi yang aku dapatkan sungguh mencengangkan. Kurang lebih begini, "Luluk kayaknya sih santai ya (masalah nikah). masih mau karir dulu"
Alloh . . Tbh, aku marah (kala itu). Aku sangat tersinggung dengan kata-kata tersebut (kala itu).
Aku merasa kalimat tersebut bernada memojokkan seolah aku tidak mementingkan perkara menikah, dan mengutamakan karir diatas segalanya. Astaghfirulloh.

Buat aku, kata-kata tersebut nggak pantes keluar dari mulut sesama perempuan, apalagi aku yakin kita sama-sama orang yang sejatinya paham apa esensi menikah dalam pandangan Agama yang kita yakini. Kalau boleh mengeluarkan 'ledakan' kemarahan ku saat itu, aku akan marah dengan sebuah pertanyaan "why ? kenapa kata-kata ini keluar dari mulut perempuan ? dari mulut seorang ibu (well, temen gue udah punya anak), dari mulut seorang Muslimah yang paham Agama" ingin rasanya aku membalas dengan kata-kata tersebut, but i know, aku cukup dewasa untuk paham bahwa aku tidak boleh 'menyerang' seseorang dengan membawa identitas pribadinya. She is kind, she is still my friend, tapi aku sangat kecewa dengan perkataan dia, kala itu.

well kalau katakata "Luluk kayaknya sih santai ya. masih mau karir dulu" itu diucapkan saat usiaku masih 18 tahun, mungkin aku tidak akan tersinggung. Tapi kata-kata itu aku dapatkan disaat umurku sudah jalan 24 tahun :') disaat bahkan teman-teman kuliah ku yang younger than me udah pade mulai nikah, wajar nggak aku marah ? wajar nggak aku menjadi sangat inferior ?
ya ku manusia biasa bos, se baqoh-baqohnya aku menjadi perempuan, hatiku terbuat dari 'bahan' yang sama kayak Ibunda Hawa, kek tulang rusuk yang bengkok. sakit jugha dikatain begitu :')

Tapi mungkin ini ujian kesabaran buat aku kali ya, aku berusaha untuk menjawab setenang mungkin meski hati udah kek kebakaran hutan, so i said (-/+) "Kita nggak pernah tahu kan usaha dan ikhtiar seseorang? kita juga gapernah tahu bagaimana seorang hamba berdoa terus sama Alloh, nggak perlu diumbar-umbar juga kan?"

hehe

*tarik napas* *hembuskan*

Mungkin kalian bertanya-tanya, kenapa aku marah ?
Karena aku nggak mengerti, apakah ketika aku memiliki cita-cita yang tinggi aku tidak pantas untuk menikah dan punya anak ?
apakah serendah itu aku menjadi seorang perempuan hingga aku sangat tidak layak untuk menyandang gelar sebagai seorang istri dan ibu nantinya ?
(OMG, its hard for me, nulis nya sambil gemeter pengen nangis)
aku merasa sangat inferior kala itu. menjadi sangat sedih, minder, hampir-hampir merasa nggak pantes jadi perempuan 'seutuhnya nantinya' :(

aku tidak perlu kan menjelaskan 'aku paham kok kodrat wanita harus melahirkan menyusui, dll' atau 'aku tau kok tugas seorang istri kan melayani suami' 'aku ngerti kok batas istri dan ibu mana yang boleh dan nggakboleh mana yang menjadi prioritas mana yang bukan'
aku nggak perlu kan mendeklarasikan kalau aku paham ? karena toh paham atau tidak paham, bukankah sesama perempuan tidak sepantasnya menjatuhkan ?

*tarik napas* *hembuskan*

Tapi yasudahlah, nggak papa, aku tidak berlarut dalam lubang sakit hati kok, aku berusaha untuk pelan-pelan membangun rasa percaya diriku kembali sebagai seorang perempuan, toh mungkin melalui ini semua Alloh pengen ngajarin aku bagaimana seharusnya Muslimah berbicara yang baik terhadap Muslimah yang lain, bagaimana seharusnya kita menjaga lisan ketika berkata, bagaimana kita perempuan seharusnya mengedepankan adab dan etika dalam berucap.
Mungkin ini teguran juga dari Alloh karena di masa lampau aku juga pernah serampangan dalam berbicara kepada sesama perempuan.

*tarik napas* *hembuskan*

Bicara tentang perempuan, dan hubungannya dengan kehidupan menikah memang nggak ada habisnya, tapi justru karena nggak ada habisnya-lah seharusnya kita terus belajar menjadi perempuan yang lebih baik
So please, melalui tulisan ini aku berharap kepada sesama perempuan, yuk mari jangan saling menjatuhkan, jangan saling menyudutkan, alih-alih menyemprot luka, mengapa tidak kita menebar cinta ? Saling dukung, saling bantu, saling ngedoain yang baik-baik.
kurang-kurangin lah itu memberikan pertanyaan dan pernyataan yang bisa berpotensi bikin orang sakit hati. Terlebih mungkin bagi teman-teman perempuan yang sudah berkeluarga, berikanlah contoh yang baik, plis tolong banget jangan sekali-kali ngasih kalimat-kalimat yang nggak enak. diskusi boleh, ngasih nasihat boleh pakek banget. dan kita itu sangat terbuka mendengar berbagai cerita dan masukan, aku sering juga kok sharing atau sekedar mendapat cerita dengan kakak kelas atau teman yang sudah menikah. Semuanya menyenangkan untukku karena aku merasa seperti dikasi kuliah keluarga secara gratis. Tapi ya itu tadi, tolonglah jangan gunakan kalimat-kalimat yang menyakitkan hati. Kita sesama perempuan seharusnya saling menguatkan kan ?

Perempuan Pendidik

Friday, April 10, 2020

Beberapa waktu lalu, aku ikut sebuah diskusi dan kajian online bertemakan perempuan.
Biasanya, kalo ada diskusi atau kajian dengan tema-tema perempuan andrenalinku untuk membrondong pertanyaan kepada narasumber sangat besar. Karena biasanya isu yang dibahas 'itu-itu aja' kayak misalnya perempuan bekerja vs perempuan IRT yang menurutku *mohon maaf udah sangat basi untuk diperdebatkan.
Tapi kemarin, ada 1 pernyataan dari narasumber diskusi yang menurutku menarik bangettt untuk kita renungkan sebagai seorang perempuan, terutama untuk kita para Muslimah (yang memiliki orientasi utama pada nilai-nilai Agama Islam)

Aku tidak terlalu ingat persisnya, namun kurang lebih narasumber ini memaparkan tentang fenomena kerisauan para ibu-ibu dalam mendidik anaknya ditengah pandemi ini. Konon beberapa ibu-ibu ini 'mengeluh' susahnya ngajarin anak :")
Tapi uniknya, nggak cuma mamak-mamak nya aja yang sambat, aku sempat baca pula (tapi lupa baca dimana, kalo misalnya salah mungkin nanti bisa dikoreksi ya) ada beberapa anak yang 'mengeluh juga' merasa ibunya 'ternyata' lebih galak dari gurunya, atau nggak se sabar gurunya atau ya mamaknya beda lah kayak gurunya.

So, timbulah pertanyaan 'why'

Lengkap sudah pikiranku terbawa melayang untuk merenungi banyak hal.
Kali ini aku sepakat, bahwa menjadi perempuan sekaligus ibu yang berdaya dan berkarya dengan lautan impian sah-sah saja untuk dilangitkan, tapi utamanya 'memutuskan menjadi seorang ibu' maka wajib hukumnya berdedikasi penuh menjadi pendidik terbaik untuk anak-anaknya.

Dan ternyata!! Mendidik anak tidak semudah itu, Mahmudah.
Dibutuhkan kesabaran, ketelatenan, strategi, kecukupan ilmu, kreatifitas dan mungkin segudang skill-skill lainnya (yang ternyata akupun masih sangat minim pengetahuannya)

Sebagai perempuan muda yang belum menikah dan punya anak, Mari kita merenung sedikit.

Ketika kita memutuskan untuk menikah dan punya anak (nantinya), MAKA, kita punya PR dan tanggung jawab besar untuk memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita. Termasuk mendidik mereka dengan pendidikan terbaik.

Dan well, sebenernya ini unek-unek ku sih. Kadang kita perempuan muda nih tabu banget soal beginian. Merasa bahwa belajar menjadi istri dan ibu itu nggak penting, nggak perlu, nanti aja, masih lama, dst. Padahal kalau dipikir-pikir sayang banget nggak sih ? Kalau kita masih muda, masih punya banyak pilihan dan kesempatan kenapa nggak mencoba untuk mempersiapkan ?
Sedihnya, kadang kita merasa "ah nanti juga bisa." Atau "gaperlu lah siap-siap, dah bisa kali" FAKTANYA membangun rumah tangga saja susah guys apalagi ngedidik anak :') emak bapak kita yang udah veteran jadi orang tua aja, aku yakin beliau-beliau juga masih belajar gimana cara menjadi orang tua yang baik :")

Its okay kalau kamu merasa belum siap untuk menikah atau punya anak, nggak papa. Tapi justru karena belum siap itu makanya perlu persiapan.
Serius deh. Aku nggak sepakat banget sama orang-orang yang bermudah-mudahan untuk ngejudge sharing diskusi parenting dan pra nikah disama artikan dengan kebelet nikah.
Nggak, beda ya! Kebelet nikah itu kalau status nya isinya galau mulu, nge kode mulu, pamer foto bareng die mulu ya kalo begitu, mungkin pantas disebut kebelet nikah.
Tapi kalau sifatnya belajar, ikut seminar pra nikah, ikut kajian parenting, it's good i think!
Karena ibarat mau UN, kalau pengen nilainya bagus ya belajarnya kudu serius, persiapannya kudu matang. Apalagi rumah tangga, apalagi ngedidik anak.
Karena kalo kita berumah tangga orientasi nya surga, kepengen punya anak keturunan macam Muhammad Al-Fatih ya mana bisa tanpa persiapan ? :))
Ya nggak ?

Jadi please, cukuplah fenomena kegalauan mamak-mamak dan anak-anak sekolah ditengah pandemi ini menjadi pembelajaran untuk kita, bahwa tidak ada salahnya buat kita yang muda-muda ini mencari tahu bagaimana pola pendidikan yang baik untuk anak-anak. Tidak ada yang tabu bila itu untuk mempersiapkan diri. Sepakat ?

Percayalah seorang anak yang hebat juga lahir dari rahim seorang ibu yang hebat.
Sebagaimana Maryam mencintai Isa, sebagaimana Asiyah berkasihsayang kepada Musa.

Jika memiliki anak seperti Muhammad Al Fatih adalah sebuah harapan, maka tidak ada alasan untuk tidak mempersiapkan. Semoga anak cucu keturunan kita bisa menjadi generasi terbaik, kelak menjadi pejuang bisyarah Rasulullah membebaskan Roma Barat, Insyaa Alloh :")

My 24

Tuesday, March 24, 2020

Aku tidak pernah membayangkan akan melewati milad tahun ini dengan kondisi seperti ini.
Meskipun aku juga bukan orang yang akan merayakan ulang tahun dengan heboh, tapi berulang tahun adalah sebuah momentum yang kerap kali mengundang banyak perasaan bahagia. bahagia karena mendapat banyak Doa-doa baik dari ibu, dan dari teman-teman semuanya. Tapi nampaknya, doa baikpun terselip rasa sedih.

Kalau boleh berdoa 1 saja, aku ingin corona virus ini engkau angkat dari muka bumi ini Yaa Alloh, kalaupun ini bagian dari ujian maka berikan kami kesabaran dan kekuatan untuk melewatinya
Kalau ini teguran, maafkan kami yang banyak lalai, banyak melakukan maksiat. Sungguh semua ini memberikan banyak pelajaran bahwa Kuasa-Mu sungguh besar :(((

nggak sanggup minta banyak selain keselamatan dan Ridha-Mu untuk kami semua Yaa Rabb :"

10 Februari 2020 #2

Tuesday, February 11, 2020


Teman-teman Ilmu komunikasi B 2015, terimakasih untuk kebersamaannya selama masa kuliah.
Dengan segala keceriaan, canda dan tawa kalian sungguh membuat masa kuliahku terasa begitu menyenangkan :)

10 Februari 2020

Monday, February 10, 2020

Tiada yang bisa kuucapkan selain rasa syukur dan pujian kepada Alloh SWT atas segala nikmat, karunia, berkah yang telah diberikan kepadaku

Terimakasih kepada kedua orang tua yang senantiasa mengusahakan yang terbaik untukku, juga selalu mendoakan ku

Terimakasih juga untuk semua teman-teman yang hari ini sudah datang, membantu, mendukung, dan repot-repot membawakan ini itu untukku, huhu :" :"

Tapi . . .

Terlepas dari suka duka sidang,
Aku baru menyadari sesuatu,
Ternyata melepas masa kuliah disini terasa berat ya
sedih, tapi semua memori nya tak akan pernah terlupakan,
semoga cerita dikemudian hari juga akan menjadi cerita yang indah dan membahagiakan :')

Doa terbaik untuk seluruh teman-teman dan siapapun yang sedang dan akan berjuang di medan manapun, sukses selalu dan semoga jalan yang ditempuh diridhoi oleh Alloh
Aamiin :')

Friday, February 7, 2020

Boleh mengeluh, tapi JANGAN PERNAH MENYERAH! Berjuanglah hingga akhir, karena kamu tahu ? keberhasilan hanya bisa didapat dengan ikhtiar terbaik dan Doa-doa yang tak pernah putus dipanjatkan.
(2018)

Friday, January 31, 2020

Kalaupun lisan tak bisa terjaga, 
maka masih ada Doa,
sebagai sebaik-baik ucapan.

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS