MENJADI ANAK PEREMPUAN DARI AYAH YANG TELAH BERPULANG

Sunday, November 13, 2022

Aku pikir kesedihan setelah kehilangan bapak tuk selamanya akan berjalan mudah.

Yaa kalau pun sedih paling banter satu atau dua hari saja.


Namun ternyata aku salah, 

Bagi anak perempuan, ayah adalah cinta pertamanya.

Dan kehilangannya adalah duka dan sesak yang tak terhitung berapa lama ia akan sembuh


***


Bapak adalah orang yang mengajariku naik sepeda meski aku sering dimarahi berkali-kali karena nyaris jatuh


Bapak adalah orang pertama yang menemukan bakatku. Memberikan aku modal untuk berani berbicara.

Melatihku dan mengikutkan ku lomba pidato pertama kali hingga aku juara lomba sejak SD bahkan bisa menghasilkan uang jajan sendiri sejak SD!


Bapak adalah orang yang selalu setia menjemputku dan menungguku saat aku pulang malam.

'nduk' begitu panggil nya saat suara helm ku terdengar menyentuh lemari.


Kebiasaan bapak membaca dan menulis pun tanpa kusadari ku ikuti jejaknya hingga kini aku bekerja sebagai penulis konten. 


Aku selalu merasa beruntung memiliki ayah seperti bapak.


Bapak tak membatasiku untuk berkarya. Aku dibebaskan seluas-luasnya untuk mengejar mimpi.

Bahkan setelah aku lulus sarjana, bapak adalah orang pertama yang sangat berharap aku langsung meneruskan sekolah.


Bapak samasekali nggak pernah berfikir bahwa anak perempuan nya hanya bertugas di dapur, di kasur, dan sumur saja. Aku diberikan hak penuh untuk explorasi.


Meski tak jarang aku juga dimarahi karena sangat malas berberes rumah, tak pandai masak dan super pemilih terhadap makanan.


Kemerdakaan dalam mengemukakan pendapat, di dukung terus untuk belajar, dihargai segala pilihan hidup ku meski tak semuanya sejalan dengan apa yang beliau harapkan adalah kebahagiaan, kenikmatan, dan privilege yang kumiliki lebih dari apapun.


Bapak punya peran besar bagi perjalanan hidupku. Semangatku, ambisiku, adalah buah energi dari beliau.

Sekarang bensinnya sudah habis. Sayapku telah patah sebelah, melangkahpun terasa begitu hampa. 


Tak jarang semangatku meredup di tengah-tengah.

Satu Kenikmatan "Jakarta" yang Sulit Ditemui di Daerah

Salah satu hal yang membuatku senang bekerja dengan orang-orang culture Jakarta adalah sikap -nggak mencampuri urusan orang lain- yang mereka miliki.

Mau kamu gendut atau kurus

Mau kamu buluk atau kinclong

Mau kamu single, kawin, cerai

Mau kamu punya orientasi seksual A, B, C

Mau kamu punya masa lalu kelam atau cerah

Mau kamu lulusan SMA, S1 atau S2 di LN

Mau kamu Islam, Kristen, Budha, atau gak beragama sekalipun

Nggak akan ada yang peduli. 

Nggak ada orang yang sibuk menanyai, apalagi mencampuri urusanmu!!

And immmmm super duper love it!

Aku beberapa kali membicarakan ini dengan saudara dan temanku yang sekarang juga kerja di Jakarta. 

 "Kerja di Jakarta emang capek, bising, tapi culture hidup masing-masing ala orang Jakarta ini bener-bener jadi zona nyaman sih. Ini yang membuat aku bener-bener seneng kerja di lingkungan kayak gini." ucapku berkali-kali.

Let me tell you about something! Its a true story!

Akhir-akhir ini aku bener-bener lagi males ngomongin pernikahan. Sebenarnya aku orang yang sudah  teramat santai dan berdamai dengan keadaan, nggak terganggu dengan grusak-grusuk orang lain yang memburu-buruku untuk menikah. Namun karena intensitas "nyuruh-nyuruh nikah"yang -cukup sering- akhir-akhir ini jadi membuatku sedikit MUAK!

Entah yang ngurusi rahim, berusaha menjodoh-jodohkan TANPA meminta consent denganku, sampai  membawa-bawa ibuku demi ucapan "cepet nikah" yang aku tahu itu hanya basa basi busuk!

Aku tidak suka! Aku tidak nyaman dengan perilaku tersebut. 

B*cot kali mereka wong mereka gak tahu kan isi hati pikiran dan kepalaku?

-

In another side

Ketika kanan kiri depan belakang orang-orang disini bac*t sekali ngurusin kawinan ku yang belum terlihat hilal nya ini, beberapa kenalan di Jakarta justru sebaliknya.

Kita kasih contoh ketika aku merengek duluan dan bertanya pada salah satu teman

"MANA YA KAK JODOHKU?"

"Mau jodoh ya Allah"

Apakah mereka akan menjawab "buruan nikah, keburu rahim nya usang," "buruan jangan suka pilih pilih" NO!!

Mereka gapernah jawab seperti itu.

Yang ada, seorang kolega pernah menjawab:

"Masih di seleksi sama Allah Lui"

Bahkan dari mereka tak segan mendukung dengan kata-kata baik, seperti "Kalau kalian nikah, nanti pokoknya aku seleksi dulu calonnya ya"

Betapa terenyuh nya hatiku mendapat kata-kata yang baik begini. 

Kita yang awalnya mode bercanda jadi auto serius berdoa, berharap mudah-mudahan malaikat mengaminkan. 

Pernah juga ada bercandaan di meeting kantor tentang aku yang pengen nikah. Ini isi orang yang masuk lebih ya dari 10 orang.

Tapi nggak ada satupun loh orang di room meeting itu yang bac*t aneh-aneh. 

Bahkan salah satu senior yang kebetulan jadi moderator bilang "Wah kalau soal jodoh, gue gabisa komentar itu urusan Tuhan"

Deg.

Apaaa nggak malu anda-anda ini kalau suka biciiikkkk ngurusin urusan "kapan kawin teman-teman kalian ini?"

Nggak cuma yang muda-muda ygy. Aku pernah terang-terangan nanya sama mama nya temanku "Tante suka buru-buru X biar cepet nikah nggak?" 

Tau nggak jawabannya apa?

"Nggak, tante itu minta nya langsung kepada Allah"

BEEHHHHHH!!!!!!!!!!!!!!!

Keren ngga? 

Keren banget!!

Dan hal inilah yang bener-bener bikin aku nyaman berada di lingkungan orang-orang ibu kota. Sebuah sikap yang sulittttt banget aku temukan di sekitarku.

***

Kisah di atas baru urusan pernikahan ya belum yang lain.

Ada kisah lain misal seseorang yang terkena mental health. Si X sebut saja. Dia ada sakit mental health kemudian beberapa orang tahu nih. Mereka tu nggak ada loh yang nanya "Serius lo?" "Sejak kapan?" "Tahu darimana lo?" "Kobisa?" nggak ada cuy.

Contoh lain misal kepo soal berat badan, judgemental soal ibu RT/kerja, apalagi ya?

Pokoknya pertanyaan dan pertanyaan basa basi busuk yang biasa menjamur di lingkungan kita tu bener-bener jarang dikulik-kulik sama warga ibu kota.

Kecuali kamu punya prestasi, punya achievement nah itu kami pasti bakal ditanyain 'gimana caranya'

Culture ini kayanya nggak mungkin (jarang) ya dijumpai di daerah.    

Bahkan apa yang aku rasakan, mungkin bener-bener nggak seberapa dibanding dengan teman-teman yang daerah nya desa. Mulut-mulut saudara/tetangga mereka bener-bener jauh lebih jahat banget!! Bukan hanya merundung tapi jatuhnya udah menghinakan harga diri.

Padahal derajat perempuan dalam Islam kan wajib yaa dimuliakaaannn. 

***

Tapi dari sedikit cerita ini juga malah jadi membuatku merenung kok. Serius. 

Kadang kita anak daerah suka merasa lebih beradab, lebih santun, melek tata krama. Merasa bahwa anak-anak metro anak-anak gak teratur, kejam, gak berhati eh ternyata emang musti saling belajar. Banyak orang-orang tinggal di ibu kota teryata lebih sopan, santun, dan beradab. 

Sopan santun nggak musti makan sambil duduk, ketuk pintu sebelum masuk, salim sama ortu sebelum pergi, tapi bagaimana menghargai manusia lain dengan UTUH. Menghormati nilai dan privasi nya itu bagian dari seni bersopan santun juga.

Nanti kapan-kapan cerita lagi ya soal adab-adab yang kupajari dari culture ibu kota ini :')   

Semoga kita terhindar dari bermudah-mudahan menyakiti orang lain entah dengan lisan, tulisan, sikap, ataupun bercandaan.

Hari Ayah

Friday, November 11, 2022

 Setelah berbulan-bulan lamanya aku sekuat tenaga mengingat bagaimana suara bapak, hari ini aku terbangun seperti dipanggil bapak.

Meski mungkin hanya sepersekian detik, aku sangat bahagia.

Aku terbangun dan mengingatnya.

Rasanya hatiku membaik, setidaknya aku tidak merasa berdosa-dosa banget setelah samasekali nggak bisa ingat suara bapak.


Bagi orang-orang yang pernah kehilangan merasakan sesak adalah trauma berat yang harus dipikul bertahun-tahun lamanya. Setiap hari! 


Kebanyakan dari kita hanya bisa diam. Takut karena dianggap nggak bisa berdamai dengan kehilangan, takut karena dianggap mangkir dari takdir Tuhan


Tapi bagiku, perasaan duka memang ada untuk dibagi. 

Selain kepada Tuhan untuk membanjir tangis, juga untuk mereka sesama penyintas. 

Supaya nggak merasa sendiri. Supaya perasaan duka ini patut untuk divalidasi.


Nggak ada kata-kata yang bisa menggambarkan bagaimana rasanya kehilangan orang tua. 

Bagi kita para penyintas duka, saat sama-sama menelan rindu hanya bisa bertatap kemudian saling bergantian menangis dan menepuk.


Kami memahami dalam diam. Karena kami tau rasanya seperti apa tanpa bisa menggambarkannya dengan jelas.


***


Bapak, sudah satu setengah tahun lebih nggak ada.


Walaupun hubungan kita bukanlah ayah-anak yang sangat sweet dan manis, tapi bapak mengajarkan banyak hal kepadaku. 

Semangat dan perjuangan beliau begitu terasa, menular kepada anak-anaknya.


Dulu aku sebal kalau ada yang bilang bapak tua. Kayak mbah-mbah.

Aku malu ketika ada yang bertanya 'itu mbah kamu ya?'


Aku pasti buru-buru merengek pada ibu. Mengadu rasa maluku.


Kini, aku menyesal. 

Kenapa aku harus malu dan sebal?

Kenapa aku harus marah?


Padahal aku punya bapak yang hebat

Yang meski umurnya sudah sepuh tapi semangatnya jauhhhhhhhhhhh berlipat-lipat lebih besar daripada yang muda.


Seharusnya aku bangga! Bapakku memang tua, tapi punya banyak karya. 


Beliau seorang guru, kepala sekolah dan dosen. Beliau juga menulis buku, merintis beberapa sekolah dengan kawan-kawan beliau plus  seorang penceramah. Meski aku ngga tahu pasti kenapa akhirnya bapak memilih ujung karirnya sebagai PNS namun aku tahu sebagai pengawas, jalan yang beliau tempuh nggak jauh-jauh dari dunia pendidikan.


Beliau adalah sosok yang sangat mencintai ilmu. Buku-buku bapak banyak. Sampai tua pun hampir setiap hari beliau selalu membaca buku, meski buku-bukunya sudah tua dan bau usang.


Mungkin benar kata orang, tua muda itu cuma angka. Tapi mental dan kedewasaan nggak ada hubungannya dengan umur.

Selalu teringat pesan bapak "Obat dari ketidaktahuan adalah Ilmu Pengetahuan"

***

Pak, begitu berat hari-hari anak perempuan mu tanpa kehadiran sosok ayah di sisinya.

25 tahunku seperti diobrak-abrik oleh keadaan.

Setiap mengingat kematian bapak hatiku sangat sakitttttttt. Dada dan pikiranku sesak hingga tulang punggungku terasa begitu ngilu.

Tapi dengan mengingat kebaikan bapak, membagikan semangat bapak di semasa hidup terkadang membuatku tenang. 


Karena sampai kapanpun aku adalah anak perempuan bapak yang punya tanggung jawab untuk mendoakan, menyebarkan ilmu, dan bersedekah atas nama bapak.


Kelak jika ada seorang yang meminangku pertanyaan pertama yang akan selalu kutanyakan adalah 'bagaimana cara dia berbakti kepada orang tua ku dan ortunya.'


Jadi bapak tenang ya! Pokoknya aku berusaha banget sekuat tenaga  memanjangkan hal-hal baik yang dilakukan bapak.


Mudah-mudahan bapak dilapangkan kuburnya. Diampuni segala dosanya, ditempatkan di surga terbaik. Aamiin 🤲



***


Menulis dalam rangka Hari Ayah :')


Work for Yourself, Not Others

Monday, November 7, 2022

Ada salah satu postingan menarik yang kutemukan di Linkedin.

Lihat video selengkapnya disini

Video dalam postingan tersebut, mengingatkan ku pada diri ku sendiri yang kadang-kadang suka sedih dan ngeluh kalau-kalau "diri ini merasa sudah cukup bekerja keras tapi kok rasa-rasanya nggak dapat timbal balik yang berarti" :')

Hehe.

Kayak 'lah ngapain sih gw kerja keras kek gini ujung-ujung nya juga kagak dapet ape-ape'

Aku pernah bekerja dengan gaji underpaid dan mau nggak mau menjalani jobdesk diluar jam kantor SETIAP HARI. 
Repost konten, balas komen, dan lain-lain.

Nggak pernah sama sekali dapet tambahan duit :') hehe

Saat awal-awal pindah ke kantor baru, aku juga sering banget lembur dan kerja di waktu weekend karena speed menulis konten ku yang super duper lambat :')
Mau gamau aku harus 'sadar diri' nge spare waktu lebih buat nyelesein pekerjaan.

Kalau saat itu tujuan ku bekerja satu-satunya adalah uang, maka mungkin aku sudah buru-buru resign.

Namun entah kenapa aku masih saja berusaha menjalankan dan menyelesaikan tugas-tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Semaksimal yang aku bisa. Sekalipun ngga dapat balasan apa-apa.

Mungkin ini yang disebut dengan fulfilled kali ya. 

Kita bekerja bukan untuk dan karena orang lain. Tapi kita kerja buat diri kita sendiri.

Kita menghargai diri kita dengan 'harga lebih'
Dengan tanggung jawab, yang mudah-mudahan bernilai pahala yang luas dan berkah.

Agak naif memang, tapi bukankah value dalam diri kita memang mahal harga nya?

Note: Baca nya pahami konteks ya, awas aja kalau ada yang komen 'berarti lu kerja gak dibayar mau dong' atau 'lu mau kerja lembur terus gadibayar' gw tampol! 😤 Pahami konteks, pliss 😩

Tentang Kehilangan

Friday, November 4, 2022

Kau tahu apa yang paling berat dari kehilangan?

Semuanya.

Menerima kehilangan itu berat

Mencerna proses kehilangan itu berat

Menjalani hari-hari setelah kehilangan itu berat

Mengingat kehilangan itu berat

Menyaksikan kehilangan itu berat

Bertumbuh dengan kehilangan itu berat

Mengikhlaskan kehilangan itu berat

Tidak ada satupun kata yang bisa menggambarkan perasaan kehilangan dengan utuh.

Sedih, kecewa, marah, dan air mata bahkan tidak cukup menggambarkan berat nya kehilangan.

***

Kehilangan bapak membuat hari-hariku lumpuh selumpuh-lumpuhnya.

Apalagi melihat ibu yang akhir-akhir ini terus membicarakan tentang bapak. 

Anak mana yang tak sesak melihat ibu nya terus-terusan membayangkan kehadiran separuh jiwa nya bisa berada di sisinya. 

"Semua keinginan ibu Alhamdulillah dikabulin sama Allah. Cuma satu yang nggak dikabulin. Lihat kamu dinikahin dan didoain bapak langsung"

Perih sekali ya Allah :')

Dahulu ibu adalah orang paling tegar saat bapak nggak ada.

Lisannya hanya berdzikir saat mendengar kepergian bapak. 

Nggak pakek air mata meski tubuh nya lemas.

Hal yang ku takutkan benar terjadi.

Melihat ibu 'merasakan kehilangan yang sesungguhnya'

Hatinya mulai terasa kosong. Perasaan kehilangan yang sesungguhnya tengah menghujam dirinya.

Bapak benar-benar pergi. Bukan penataran atau ada acara ke luar kota. 

"Dulu nggak terlalu kerasa. Tapi karena udah lama, baru kerasa (kehilangan)" 

Aku hanya bisa berpura-pura tegar, mendengarkan meski ragaku ingin berlari dan menangis sejadi-jadinya.

Ya Allah, 

Bagaimana aku mendeskripsikan perasaan ini? Bagaimana aku harus memproses segala perasaanku?

Melihat ibu ku kepayahan sungguh berat, tapi akupun lumpuh hingga hari ini karena kehilangan bapak.

Ya Allah, 

Mudah-mudahan aku dan adik selalu dituntun, diberikan hidayah untuk jadi anak saleh, salihah yang bisa memanjangkan kebaikan atas nama bapak. Aamiin 🤲

***

Untuk semua yang tengah berproses dan bertumbuh dalam duka, semoga senantiasa dipeluk dengan curahan Cinta-Nya ya :')

Berat bangettttttttttttt. Aku tahu bagaimana kita semua sekuat tenaga menjalani hidup dengan sayap yang patah.

Dalam diam dan menjalani hari kita sering menangis, menahan sesak di dada yang nggak karuan. 

Tapi lihatlah hari ini, kita bertahan guys! 

Kalau kata Hunul "Kalau bukan Allah bekingannya, kita benar-benar gila"


 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS