TUBUH TUBUH YANG DIPERDEBATKAN

Thursday, February 29, 2024

Setelah cerita ini usai, ternyata masih ada kelanjutan kekepoan dari ibu-ibu yang bikin gedek-gedek kepala.

 "Mbak, maaf yaa ini bukan bermaksud gimana, cuma nanya. Mbak ada keinginan buat (ngecilin badan/diet) ngga? Soalnya maaf ya ini. Saya yang sudah bersuami saja tuh (njaga banget) kalau agak besar sedikit tu rasanya aduh gimana ya. Kan laki-laki tu..."

 Aku lupa persisnya basa-basi si ibu ini gimana. Tapi biar mudah mencerna, ibu ini tu seakan pengen bilang gini "Mbak gak pengen diet? Biar menarik gitu loh (di mata laki-laki). Saya aja yang udah nikah jaga badan buat suami saya"

Sebenernya, gue bisa aja menjawab dengan beragam variasi. Mulai dari jawaban tegas sampai kurangaj*r.

Kira-kira begini opsinya:

1. Opsi tegas, pakek dalil, biar nohok

"Betul bu, fisik perempuan itu menarik. Itulah kenapa syariat mewajibkan wanita menutup aurat secara sempurna. Kurus atau tidak setau saya kewajibannya sama bu. Tidak boleh diumbar "keindahan tubuh" kepada laki-laki, lebih-lebih yang bukan mahram. Saya juga nggak berminat dapet laki-laki yang otak sama kepala nya isinya body perempuan doang sih."

2. Opsi kurangaj*r, pedes, cocok untuk counter balik bac*tan tidak bermutu

"Ya wajar lah bu anda harus jaga. Kalau anda tubuhnya nggak menarik ya suami anda lirik sana sini lah. Lawong anda aja gak pernah PD sama tubuh anda sendiri. Lagian beda bandingan bu. Anda menjaga buat mahram, la kalo saya njaga buat biar dilihat orang, lah emang saya PSK? (Nauzubillah)"

Kalau gue kejam, mulut gue bisa-bisa aja lebih berbisa ngatain balik. Misalnya pakek penambahan kalimat 'tapi kalau kurus bukannya nggak menarik ya bu?' (kebetulan orang yang basa basi busuk sama w ni kurus) 

Note: Gue nggak ngatain orang kurus ya, please note in the context. Orang ini usil ke w, sehingga w pun jadi punya potensi "serang balik"

Gue nggak ada masalah ketika orang mengkritik gue supaya diet karena alasan kesehatan. Gue gpp banget, dan bersyukur orang-orang mau ngingetin. Walhasil sekarang aku jadi rajin renang tiap minggu. Perlahan memperbaiki pola hidup yang kemarinan rada berantakan.

Tapi akan sangat what the h*ll ketika tubuh gue dijadikan objek penilaian -kenapa gue belum menikah-

Dan perbandingan yang ibu-ibu bandingkan tuh NGGAK SEBANDING. 

Gini, kalau kamu udah menikah, kamu jaga tubuh untuk suami mu itu WAJAR. Ya emang harus gitu.

Tapi kalau kita (single), mempercantik tubuh supaya "terlihat menarik" di hadapan lakik lakok kurangmen gawean. Pakek parfume semerbak dengan niat memikat bukan mahram aja dosaaaaaa ><

Gue bukan kupu-kupu malam (Nauzubillah) yang memperindah tubuh hanya untuk disukai laki-laki. Gue nggak serendah itu.😡

Allah menyukai keindahan bener, kita musti jaga badan juga bener, tapi bukan buat nyenengin mata sembarangan laki-laki. Kalau kemenarikan hanya terletak pada tubuh, ngapain gue susah-susah pakek kerudung rapet? Panjang lagi kerudungnya. Ya mending gue pakek jilboob (Nauzubillah).

Toh ya, ni kalau mau ekstrim. Selera orang tuh beda-beda. Ada yang merasa kurus menarik, berisi menarik, gendut menarik. Subyektif banget.

Dahlah, urusan tubuh tu gausah dikomentarin amat-amat. Akan ada masanya anda, aku, dan kita semua tu keriput, tua, nggak menarik, apa yang mau disombongin?

Atau misal nih nanti habis lahiran *mohon maaf lebaran dikit kalau dikatain gendut, pasti gasuka juga kan?

Jadi ayolah buibu jaga mulut sama-sama. Jangan bermudah mudahan ngerendahin sesama perempuan. 

Fokus jadi perempuan yang bermartabat, akhlaq sama lisannya yang santun. Sambil tetep rajin merawat diri.

Lagian, gue nggak haus pujian dengan hal-hal yang sifatnya fisik. Soalnya tbh nih, kalo cuma sekadar pujian dari laki-laki, banyak yang muji w cantik. >< 

Cuma kan hidup ini nggak cuma muter-muter urusan fisik toh? Kita perempuan, isteri, ibu tuh penggerak bangsa lo. Kunci daripada kunci peradaban.

Mbok ya dimulai menjadi pribadi yang lebih baik, cerdas, pintar dan belajar.

Mau jadi ibu kayak ibu para imam, tapi jaga mulut susah banget. Fisik pula yang dikatain. Duh gasempet sih w.

Butuh 'Kerendahan Hati' untuk Memahami "Rezeki" dan "Ujian" Dalam Satu Waktu

Tuesday, February 27, 2024

Setiap Selasa, biasanya aku mengantar ibu pengajian di Masjid Mangkunegaran. Sembari menunggu, aku bekerja di cafe belakang masjid. 

Hari ini, sesaat sebelum berangkat aku pergi ke tukang tambal ban untuk isi angin (pompa). 

Sembari menunggu bapaknya siap-siap, tiba-tiba saja aku berfikir kira-kira begini "Bapaknya ini gimana ya caranya dapat uang? Masak iya sih setiap hari ada yang nambal ban?" "Eh tapi kan kalau ada orang yang nambal ban, itu artinya yang motornya bocor kena sial doang?" "Hmm berarti bapaknya ini bisa dapet rezeki, kalau ada orang lain dapat ujian?"

Tiba-tiba pikiran tidak masuk akalku berpikir begini "Eh apa jangan-jangan ini yang dinamakan bersama kesulitan, ada kemudahan?"

Saat bapak tambal ban kesulitan dapat uang, kalau ada yang nambal berarti itu rezeki buat bapaknya

Begitupun sebaliknya, ketika orang yang ban nya bocor kan dapet ujian tuh, tapi ketika bisa nambal (ketemu tukang tambal ban) artinya dia dapat solusi dari 'ujiannya'.

"Hmm ternyata Allah tuh membagi porsi rezeki bisa setepat ini ya, ibarat sebuah rantai makanan, ini rumit lho. Tapi Allah bisa mengatur semuanya secara pas." gumamku.

 *

Aku yang akhir-akhir ini lagi agak sedih karena berasa duit segini-gini aja, susah banget naikkin income sejenak bisa merendah.

Segala keruwetan pikiran soal "rezeki" bisa agak sedikit mereda habis lihat tukang tambal ban. 

Terus apa yang bisa disimpulin?

Rumus pemberian rezeki itu sangat rumit. Otak manusia sepintar apapun nggak akan pernah bisa menghitungnya, apalagi memprediksinya.

Kadang yang kita perlukan tu cuma kerendahan hati untuk memahaminya.

Ujian yang kita rasakan bisa jadi rezeki buat orang lain. Atau rezeki kita pun juga bisa jadi juga jadi rezeki buat orang lain.

Dan kalaupun apa yang kita mau memang belum kita dapatkan, mungkin masih ditunda, atau diganti dengan yang lain atau memang tidak diberi karena bukan yang terbaik buat kita. 

Kita cuma perlu sedikit merendah sambil melatih hati sama pikiran untuk berkhusnudzon sama Allah SWT. Yakin sama apa-apa yang Allah kasih untuk kita sudah dengan porsi terbaiknya.

Walau praktiknya kita sering terjungkal dan kepleset, mudah-mudahan bisa menjadi orang yang selalu -setidaknya- mengusahakan hal-hal yang baik.

Kehilangan itu Menyambungkan yang Tak Nyambung

Monday, February 26, 2024


Setiap sedih atau putus asa aku selalu teringat bapak

Seolah-olah (kalau) bapak ada, masalahku tidak akan seberat ini

Seolah-olah (kalau) bapak ada, ujian-ujian rasanya -tidak mungkin- datang

Walau (kalaupun) bapak ada, mungkin aku juga tidak akan menceritakannya

Tapi itulah kedukaan.

Kehilangan saja sudah berat, belum ditambah cobaan-cobaan yang lain-lain.

Nggak nyambung memang

Tapi memang begitulah rasanya

Ujian apapun bentuknya, masalah apapun ragamnya ,se nggak nyampung bentuk rupanya, semua akan tiba-tiba tersambung dengan bapak :')

Seolah-olah (mungkin) Tuhan ingin berbicara:

"Tenang, ujian, masalah, cobaan ini ringan. Udah pernah dapat yang paling menyakitkan kan?"

Jenenge Kacek Yo Tetep Kacek

Monday, February 19, 2024

Hari ini aku membeli sebuah barang rumah tangga di sebuah warung kelontong. 

Aku sendiri seneng pergi ke warung ini karena ibu-ibu penjualnya rumpik heboh dan seru. 

Tapi hari ini aku agak mengkerutkan dahi karena menyadari "hmm warung ini kok mahal ya."

Seingatku harga barang yang ku cari di warung dekat rumahku cuma 12 ribu. Kok di warung ini 15 rebu ya. Sialan, batinku.

Kacek 2 ribu doang sih. Tapi disaat tanggal tua begini, ternyata dua ribu tetaplah berharga :')

Seketika aku langsung ingat bagaimana aku sering merundung ibuku yang memilih membeli barang di toko X ketimbang Y, hanya karena harganya lebih murah. Even kacek (read: selisih) nya nggak jauh-jauh amat, seribu dua ribu :')

"Halah kacek sewu bu," selorohku.

Seolah - olah 'yaudah seribu doang ngapain diribetin sih.' 

Padahal, ya kalo lagi kere mah tetap berasa ya bun :'

Kini w paham kenapa seorang mak-mak memiliki jiwa ketelitian luar biasa perkara duit. Selain karena kita bukan Nagita Slavina, jenenge kacek yo tetep kacek.

Rugi dan naif banget rasanya membeli barang yang lebih mahal padahal nilai/value barangnya literally SAMA PERSIS.

Ku yang masih single saja ternyata sering kembang kempis melihat selisih harga yang -walopun serebu- tetap 'lumayan' menurutku. Apalagi kalau udah berumah tangga yang itungannya musti memet.

Selain itu, sekarang w juga paham kenapa kenaikan harga telur, beras, minyak dan kebutuhan pokok selalu jadi topic paling ruame di beragam media.

10 ribu tak akan pernah jadi 10 ribu bila kurang seribu. Thats why, kenaikan barang pokok sering kali memukul banyak lapisan masyarakat

Kebutuhannya penting, tapi tidak semua orang siap dan mampu dengan lonjakan harga. Mau itu dari segi fisik (income/salary) atau pun mental. 

Karena (sekali lagi) kita bukan Sultan Andara atau cipung yang tidur saja menghasilkan uang :') 

Kesadaran ini akhirnya membuat w agak kapok sih kayanya merundung pasukan ibu-ibu yang penuh perhitungan. Gw kudu ngerem komentar 'halah gur kacek xxx' kepada para  ibu atau orang lain.

Karena kacek tetap lah kacek.

Ketika Pacaran (Juga) Jadi Urusan (Bahkan) Orang yang 'Baru Dikenal'

Suatu hari ada seorang ibu-ibu yang (kurang dari seminggu baru ku kenal) bertanya kepadaku "Mbak, tapi kamu pernah pacaran?" 

Saat itu aku agak kaget. Agak kagok juga ngejawabnya karena "Lah, ni orang baru kenal gue belum ada seminggu, PD banget tanya begini, di depan ibu gue pula."

Menurutku pertanyaan ini nggak sopan karena merupakan pertanyaan privat. Nih ya, sahabat gue Ayuk yang gue kenal sejak SMP aja GAPERNAH TANYA PERTANYAAN kek begitu. Atau temen-temen gue sejak gue SD atau even ibu gue aja, nggak pernah nanya pertanyaan ini. LOL.

Tapi yaudah saat itu aku jawab aja "Gapernah. Prefer mau langsung nikah aja" sebenarnya jawaban klise sampis ala kadarnya banget. Tapi karena masih agak tercengang gue juga nggak cukup berdaya buat jawab nge gas. ITU AJA MASIH DITANYA LAGI "Tapi pernah deket sama orang?" 

Hadeh. 

Gue memutuskan untuk nggak terlalu banyak interaksi dengan beliau. Karena menurut gue, gue nggak akan pernah cocok dan klop dengan tipe ibu-ibu muda begini.

Walopun tbh, gue sebenarnya bukan kali pertama dapat pertanyaan begini. Tapi sampai hari ini gue bingung, KENAPA ORANG KEPO BANGET SAMA GUE? Apakah gue terlihat TIDAK NORMAL? Apakah gue terlihat seperti (Nauzubillah) orang LGBT? -_-

Please, kasih gue alasan kenapa orang se kepo itu. Gue nggak paham.

Karena seingat gue, gue gapernah se kepo itu sama orang lain perkara dia pernah pacaran atau enggak, punya pacar atau nggak, udah kawin atau belum gue gada urusan. Jangankan sama orang yang baru gue kenal, ke temen dan sahabat-sahabatku aja gapernah. 

Disisi lain, makin bingung lagi ketika ada kakak tingkat kuliah gue yang pernah bilang "Aku bahkan gapercaya kamu punya 1 gebetan doang." LAHHHHHHH DIA PIKIR GUE PEMAIN APAYA -___-

Padahal gue juga kagak pernah aneh-aneh -_- berteman mah berteman aja biasa. 

 ***

Ada beberapa pertanyaan yang lumayan menggelayuti pikiran gue. Selain "Kenapa orang kepo sama gue".

"Trigger apa yang bikin orang nanya ini sama gue?"

"Kenapa mereka BERANI nanya kayak gitu ke gue? Apakah karena gue terlihat ramah dan lucu?"

"Tapi se lucu-lucunya gue, gue kayaknya termasuk orang yang cukup tegas dalam mengambil sikap, kenapa masih ada yang kepo ya? Emang mereka gada segen atau takut gue semprot?"

"Apa yang mereka pikirin tentang gue? Apa asumsi mereka sih?"

"Setelah mereka tahu, emangnya mau apa? Kepuasan apa yang mereka dapatkan?"

"Jadi sebenernya gue ini terlampau menarik, atau terlampau tidak menarik? Sampai urusan hubungan gue dikepoin?"

Pada akhirnya gue tetep nggak menemukan jawabannya, sekeras apapun gue merenung. Yang ada gue makin penasaran sendiri "kenapa ya?" 

Urusan pacaran ini sering banget gue dikepoin. Kenapa nggak ada yang kepo "Berminat S2 atau S3 nggak?" atau "Berencana meniti karirnya kemana?" siapa tahu ada yang mau kasih beasiswa gue sekolah lagi, atau ngasih gue kerjaan tambahan? Coba kalau ada, gak bakal gue tolak.

Lagian orang-orang yang kepo ini gue lihat-lihat gak bersumbangsih juga buat gue, gak bikin gue jadi ketemu jodoh gue, terus ngapain nanya-nanya sik ><

Im serious. i was curious about the answer. Please, let me know if you have the answer. 

But one thing i know. Marriage becomes a complex matters in the presence for all levels of society even if the marriage "hasn't happened yet"

Tak Adakah Ruang Aman untuk Mereka yang Berduka?

Sunday, February 18, 2024

Hari ini aku lagi scrolling tiktok dan tiba-tiba nemu kumpulan slideshow komentar entahlah dia siapa (tapi mari kita sebut saja netizen) yang membully seorang ibu yang selama ini aktif di kegiatan Kamisan di Jakarta.

Kita semua tahu aksi ini menuntut adanya 'tindak hukum' yang terjadi pada pelanggaran HAM berat. Salah satunya adalah ibu ini (yang ada dalam konten tersebut). 

Sejujurnya, buat orang yang cukup aware dengan aksi tersebut, wajah ibu ini udah nggak asing wira-wiri di jagad media.

Anaknya hilang akibat tragedi 1998. Sampai sekarang ibu ini sama sekali tidak tahu apakah anaknya masih hidup/tidak karena even mati, ia tak pernah tahu 'jasad' si anak ini. 

Well, aku tahu sebenernya nggak guna-guna amat membahas konten dari potongan tiktok macam begitu. Apalagi dikaitkan sama politik.

Tapi aku mau membahas karena sadar penuh, di luar sana, faktanya ada banyak orang yang masih buta memahami perasaan kedukaan orang lain. Nirempati, sulit mehargai perasaan orang yang kehilangan. 

Aku tidak akan membahas dari segi politik/hukum/tragedi yang terjadi. Bukan kapasitasku karena aku tidak sepintar itu untuk beropini macam Rocky Gerung atau Haris Azhar. 

Tapi mari kita lihat dari sisi humanis. Sisi kemanusiaan kita sebagai sesama MANUSIA. Terlepas anda tidak bersepakat dengan tendensi politik, orang yang kita sebut 'nenek' ini adalah seorang IBU yang kehilangan anaknya. 

Apa yang beliau lakukan -even anda tidak sepakat dengan caranya- adalah SATU DARI SEKIAN BANYAK USAHA yang coba beliau lakukan untuk mengurai perasaannya. 

Apakah kamu pernah membayangkan melihat anakmu, ayahmu, ibumu meninggal tanpa kamu bisa tahu jasadnya? 

Jangankan tahu jasadnya, entah mati atau hidup pun kamu tak tahu. Bertahun-tahun hidup dalam pengharapan yang cuma andai-andai. 

Tanpa merasa paling sok tahu dan bersedih atas ragam duka, tapi aku pun tak pernah melihat jasad bapakku saat meninggal. Kerandanya pun tidak. Hanya mobil ambulan keparat yang bisa kutatap dari jauh. 

Itu saja sudah pedih teramat sangat.

Sungguh, jika anda tak bersepakat dan beranggapan kedukaan ini adalah tunggangan politik, jangan pernah membuat mata hatimu buta bahwa tidak akan pernah mudah manusia melewati ujian kehilangan. 

Aku, jika mengingat bagaimana perlakuan bid*n sialan yang seharusnya bisa segera menolong bapakku tapi malah bersikap angkuh dan tidak profesional, sampai detik ini masih dendam kesumat. Mataku masih berair, dadaku sesak, isi kepalaku penuh dengan amarah. 

Tak jarang, ada perasaan menyesal mengapa aku diam dan mengalah. Seharusnya aku samperin orang tersebut dan ku obrak abrik meja kantornya. Setidaknya, rasa sakitku tersalurkan dengan baik. 

Perasaan, pikiran atau sikap seperti inilah yang kadang menggelayuti orang-orang yang kehilangan. Dan setiap penyintas, memiliki 'ceritanya' sendiri.

Begitupun dengan ibu tersebut. Orang yang berdiri dengan rambut memutih tersebut, hanyalah seorang ibu yang seharusnya perasaan kehilangannya kita validasi bersama sebagai sesama manusia. Apa yang beliau lakukan adalah efek dari hantaman perasaan sakit dari kehilangan.

Terlepas apapun kalian memandangnya dalam kaca mata politik, perasaan duka tak pernah berbohong.

Untuk jari-jari, mata-mata, lisan-lisan yang saat ini -kebetulan- masih penuh kesempurnaan, sulitkah untuk sekadar menahan dari berkata buruk?  

Tak adakah ruang aman bagi mereka yang kehilangan hanya untuk sekadar dihargai perasaannya? 

Berkali-kali aku berucap dan menulis.

Jangan pernah meremehkan kedukaan hingga saat giliranmu tiba, barulah kamu akan mengerti betapa menyakitkannya peristiwa 'kehilangan'.

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS